Minggu, 06 September 2020

Makalah Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN

Meskipun fotosintesis dapat berjalan dalam banyak sekali cara pada banyak sekali spesies, beberapa cirinya selalu sama. Misalnya, prosesnya senantiasa dimulai dengan energi cahaya diserap oleh protein berklorofil yang disebut sentra reaksi fotosintesis. Pada flora, protein ini tersimpan di dalam organel yang disebut kloroplas, sedangkan pada kuman, protein ini tersimpan pada membran plasma. Sebagian dari energi cahaya yang dikumpulkan oleh klorofil disimpan dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Sisa energinya digunakan untuk memisahkan elektron dari zat seperti air. Elektron ini digunakan dalam reaksi yang mengganti karbondioksia menjadi senyawa organik. Pada tanaman, alga, dan cyanobacteria, ini dijalankan dalam suatu rangkaian reaksi yang disebut siklus Calvin, tetapi rangkaian reaksi yang berlawanan ditemukan pada beberapa bakteri, misalnya siklus Krebs terbalik pada Chlorobium. Banyak organisme fotosintesis memiliki adaptasi yang mengonsentrasikan atau menyimpan karbondioksida. Ini membantu meminimalkan proses boros yang disebut fotorespirasi yang mampu menghabiskan sebagian dari gula yang dihasilkan selama fotosintesis.

Organisme fotosintesis pertama kemungkinan berevolusi sekitar 3.500 juta tahun silam, pada kurun permulaan sejarah evolusi kehidupan dikala semua bentuk kehidupan di Bumi ialah mikroorganisme dan atmosfer mempunyai sejumlah besar karbondioksida. Makhluk hidup ketika itu sungguh mungkin mempergunakan hidrogen atau hidrogen sulfida--bukan air--sebagai sumber elektron. Cyanobacteria muncul kemudian, sekitar 3.000 juta tahun silam, dan secara drastis mengganti Bumi dikala mereka mulai mengoksigenkan atmosfer pada sekitar 2.400 juta tahun silam. Atmosfer gres ini memungkinkan evolusi kehidupan kompleks seperi protista. Pada kesannya, tidak kurang dari satu miliar tahun silam, salah satu protista membentuk relasi simbiosis dengan satu cyanobacteria dan menciptakan nenek moyang dari seluruh tanaman dan alga. Kloroplas pada Tumbuhan terbaru ialah keturunan dari cyanobacteria yang bersimbiosis ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fotosintesis

Fotosintesis (dari bahasa Yunani φώτο- [fó̱to-], "cahaya," dan σύνθεσις [sýnthesis], "menggabungkan", "penggabungan") yaitu sebuah proses biokimia pembentukan zat kuliner karbohidrat yang dikerjakan oleh tanaman, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berklorofil, makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis yakni alga dan beberapa jenis basil. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta derma energi cahaya matahari.

Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena mereka dapat menciptakan makanannya sendiri. Pada tumbuhan, alga, dan cyanobacteria, fotosintesis dikerjakan dengan mempergunakan karbondioksida dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Fotosintesis sungguh penting bagi semua kehidupan aerobik di Bumi alasannya adalah selain untuk mempertahankan tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosintesis juga merupakan sumber energi bagi nyaris semua kehidupan di Bumi, baik secara eksklusif (melalui bikinan primer) maupun tidak langsung (sebagai sumber utama energi dalam makanan mereka), kecuali pada organisme kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang angin hidrotermal di maritim yang dalam. Tingkat perembesan energi oleh fotosintesis sungguh tinggi, ialah sekitar 100 terawatt, atau kira-kira enam kali lebih besar dibandingkan dengan konsumsi energi peradaban manusia.Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senyawa organik dalam tubuh organisme. Fotosintesis mengubah sekitar 100–115 petagram karbon menjadi biomassa setiap tahunnya.


B. Sejarah inovasi

Meskipun masih ada tindakan dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan lazim fotosintesis telah dikenali semenjak tahun 1800-an. Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan andal kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bab dari Belgia), melaksanakan percobaan untuk mengenali faktor apa yang mengakibatkan massa flora bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tanaman bertambah cuma alasannya adalah bantuan air. Namun, pada tahun 1727, mahir botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa niscaya ada aspek lain selain air yang berperan. Ia mengemukakan bahwa sebagian makanan tumbuhan berasal dari atmosfer dan cahaya yang terlibat dalam proses tertentu. Pada dikala itu belum dimengerti bahwa udara mengandung komponen gas yang berlainan.

Pada tahun 1771, Joseph Priestley, spesialis kimia dan pendeta berkebangsaan Inggris, menemukan bahwa saat dia menutupi sebuah lilin menyala dengan suatu toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia lalu menemukan jika beliau meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin sudah "menghancurkan" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut mampu “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus mampu tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tanaman.

Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menunjukkan bahwa cahaya Matahari kuat pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak".[14] Ia juga menemukan bahwa tanaman juga 'mengotori udara' pada kondisi gelap sehingga beliau kemudian menyarankan biar flora dikeluarkan dari rumah pada malam hari untuk menangkal kemungkinan meracuni penghuninya.

Akhirnya di tahun 1782, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, memperlihatkan bahwa udara yang "dipulihkan" dan "merusak" itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tanaman dalam fotosintesis. Tidak usang kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan korelasi antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan "pemulihan" udara. Ia mendapatkan bahwa kenaikan massa flora bukan hanya alasannya adalah perembesan karbon dioksida, tetapi juga oleh santunan air. Melalui serangkaian eksperimen inilah kesudahannya para mahir berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (mirip glukosa).

Cornelis Van Niel menciptakan inovasi penting yang menjelaskan proses kimia fotosintesis. Dengan mempelajari basil belerang ungu dan kuman hijau, dia menjadi ilmuwan pertama yang menunukkan bahwa fotosintesis merupakan reaksi redoks yang bergantung pada cahaya, yang mana hidrogen meminimalisir karbondioksida.

Robert Emerson mendapatkan dua reaksi cahaya dengan menguji produktivitas Tumbuhan memakai cahaya dengan panjang gelombang yang berlawanan-beda. Dengan hanya cahaya merah, reaksi cahayanya dapat ditekan. Ketika cahaya biru dan merah digabungkan, jadinya menjadi lebih banyak. Dengan demikian, ada dua protosistem, yang satu menyerap hingga panjang gelombang 600 nm, yang yang lain hingga 700 nm. Yang pertama dikenal sebagai PSII, yang kedua PSI. PSI cuma mengandung klorofil a, PAII mengandung terutama klorofil a dan klorofil b, di antara pigmen lainnya. Ini mencakup fikobilin, yang ialah pigmen merah dan biru pada alga merah dan biru, serta fukoksantol untuk alga coklat dan diatom. Proses ini paling produktif dikala perembesan kuantanya sepadan untuk PSII dan PSI, menjamin bahwa masukan energi dari kompleks antena terbagi antara metode PSI dan PSII, yang pada gilirannya menggerakan fotosintesis.


C. Perangkat fotosintesis

Struktur kloroplas:

1. membran luar
2. ruang antar membran
3. membran dalam (1+2+3: bab amplop)
4. stroma
5. lumen tilakoid (inside of thylakoid)
6. membran tilakoid
7. granum (kumpulan tilakoid)
8. tilakoid (lamella)
9. pati
10. ribosom
11. DNA plastida
12. plastoglobula


D. Pigmen Fotosintesis

Proses fotosintesis tidak dapat berlangsung pada setiap sel, tetapi cuma pada sel yang mengandung pigmen fotosintetik. Sel yang tidak memiliki pigmen fotosintetik ini tidak bisa melakukan proses fotosintesis. Pada percobaan Jan Ingenhousz, mampu diketahui bahwa intensitas cahaya memengaruhi laju fotosintesis pada flora. Hal ini mampu terjadi karena perbedaan energi yang dihasilkan oleh setiap spektrum cahaya. Di samping adanya perbedaan energi tersebut, faktor lain yang menjadi pembeda yaitu kemampuan daun dalam menyerap aneka macam spektrum cahaya yang berlainan tersebut. Perbedaan kemampuan daun dalam menyerap berbagai spektrum cahaya tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis pigmen yang terkandung pada jaringan daun.

Di dalam daun terdapat mesofil yang terdiri atas jaringan bunga karang dan jaringan pagar. Pada kedua jaringan ini, terdapat kloroplas yang mengandung pigmen hijau klorofil. Pigmen ini ialah salah satu dari pigmen fotosintesis yang berperan penting dalam menyerap energi matahari.

Dari semua radiasi Matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, adalah panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya terlihat (380-700 nm).[18] Cahaya terlihat terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500 nm), dan violet (< 400 nm).[19] Masing-masing jenis cahaya berlainan pengaruhnya kepada fotosintesis.

Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang melakukan pekerjaan dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Kloroplas mengandung beberapa pigmen. Sebagai teladan, klorofil a terutama menyerap cahaya biru-violet dan merah, sementara klorofil b menyerap cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi jelas, sedangkan klorofil b tidak secara pribadi berperan dalam reaksi jelas. Proses peresapan energi cahaya mengakibatkan lepasnya elektron berenergi tinggi dari klorofil a yang selanjutnya akan disalurkan dan ditangkap oleh akseptor elektron. Proses ini ialah awal dari rangkaian panjang reaksi fotosintesis.

E. Kloroplas 

Hasil mikroskop elektron dari kloroplas Kloroplas terdapat pada semua bab flora yang berwarna hijau, termasuk batang dan buah yang belum matang. Di dalam kloroplas terdapat pigmen klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Kloroplas mempunyai bentuk seperti cakram dengan ruang yang disebut stroma. Stroma ini dikemas oleh dua lapisan membran. Membran stroma ini disebut tilakoid, yang didalamnya terdapat ruang-ruang antar membran yang disebut lokuli. Di dalam stroma juga terdapat lamela-lamela yang bertumpuk-tumpuk membentuk grana (kumpulan granum).

Granum sendiri terdiri atas membran tilakoid yang ialah daerah terjadinya reaksi jelas dan ruang tilakoid yang ialah ruang di antara membran tilakoid. Bila sebuah granum disayat maka akan dijumpai beberapa unsur seperti protein, klorofil a, klorofil b, karetonoid, dan lipid. Secara keseluruhan, stroma berisi protein, enzim, DNA, RNA, gula fosfat, ribosom, vitamin-vitamin, dan juga ion-ion logam seperti mangan (Mn), besi (Fe), maupun tembaga (Cu). Pigmen fotosintetik terdapat pada membran tilakoid. Sedangkan, pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia berjalan dalam tilakoid dengan produk selesai berupa glukosa yang dibuat di dalam stroma. Klorofil sendiri bergotong-royong hanya merupakan sebagian dari perangkat dalam fotosintesis yang diketahui sebagai fotosistem.


E. Faktor penentu laju fotosintesis

Proses fotosintesis dipengaruhi beberapa aspek ialah faktor yang mampu memengaruhi secara langsung seperti kondisi lingkungan maupun aspek yang tidak memengaruhi secara pribadi mirip terganggunya beberapa fungsi organ yang penting bagi proses fotosintesis. Proses fotosintesis sesungguhnya peka kepada beberapa kondisi lingkungan meliputi kedatangan cahaya Matahari, suhu lingkungan, fokus karbondioksida (CO2). Faktor lingkungan tersebut diketahui juga selaku aspek pembatas dan berpengaruh secara eksklusif bagi laju fotosintesis.

Faktor pembatas tersebut dapat menangkal laju fotosintesis mencapai kondisi optimum meskipun keadaan lain untuk fotosintesis sudah ditingkatkan, inilah sebabnya faktor-faktor pembatas tersebut sangat memengaruhi laju fotosintesis ialah dengan mengendalikan laju optimum fotosintesis. Selain itu, aspek-faktor mirip translokasi karbohidrat, umur daun, serta ketersediaan nutrisi memengaruhi fungsi organ yang penting pada fotosintesis sehingga secara tidak langsung ikut memengaruhi laju fotosintesis.

Berikut yaitu beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
  • Intensitas cahaya. Laju fotosintesis maksimum dikala banyak cahaya.
  • Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara, semakin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
  • Suhu. Enzim-enzim yang melakukan pekerjaan dalam proses fotosintesis hanya mampu melakukan pekerjaan pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
  • Kadar air. Kekurangan air atau kekeringan menjadikan stomata menutup, menghalangi perembesan karbon dioksida sehingga menghemat laju fotosintesis.
  • Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar fotosintat mirip karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai bosan, laju fotosintesis akan berkurang.
  • Tahap kemajuan. Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah dibandingkan dengan tanaman remaja. Hal ini mungkin dikarenakan tanaman berkecambah membutuhkan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

E. Intensitas cahaya (pancaran), panjang gelombang dan suhu

Pada awal periode ke-120, Frederick Frost Blackman bareng dengan Albert Einstein menyelidiki imbas intensitas cahaya (pemancaran) dan suhu kepada tingkat asimilasi karbon.

Pada suhu tetap, tingkat asimilasi karbon bermacam-macam dengan pemancaran, pada awalnya meningkat seiring peningkatan pemancaran. Akan tetapi, pada tingkat pemancaran yang lebih tinggi, kekerabatan ini tidak berlangsung usang dan tingkat asimilasi karbon menjadi konstan. Pada pemancaran tetap, tingkat asimilasi karbon berkembangseiring suhu meningkat pada cakupan terbatas. Peranguh ini mampu dilihat cuma pada tingkat pemancaran yang tinggi. Pada pemancaran yang rendah, kenaikan suhu cuma memperlihatkan sedikit pengaruh terhadap tingkat asimilasi karbon.

Dua eksperimen ini menggambarkan poin penting: Pertama, dari penelitian ini diketahui bahwa, secara umum, reaksi fotokimia tidak dipengaruhi oleh suhu. Akan tetapi, percobaan ini memberikan dengan jelas bahwa suhu mempengaruhi tingkat asimilasi karbon, jadi niscaya ada dua rangkaian reaksi pada proses lengkap asimilasi karbon. Ini yakni tahap 'fotokimia' bergantung cahaya dan tahap bergantung suhu tapi tak bergantung udara. Yang kedua, percobaan Blackman menunjukkan desain faktor pembatas. Faktor pembatas yang lain adalah panjang gelombang cahaya. Cyanobacteria, yang hidup beberapa meter di bawah tanah tidak dapat memperoleh panjang gelombang yang sempurna yang diharapkan untuk menghasilkan pemisahan bertenaga fotoinduksi pada pigmen fotosintesis konvensional. Untuk menanggulangi persoalan ini, serangkaian protein dengan pigmen-pigmen berlainan mengelilingi sentra reaksi. Unit ini disebut fikobilisome.


DAFTAR PUSTAKA
  • Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal. 19-38
  • Hopkins WG, Hϋner NPA. 2004. Introduction to Plant Physiology. Hoboken: John Wiley and Sons. Hal. 17-29
  • Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland: Sinauer Associates. Hal. 17-34.
  • Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology Fourth Edition. Belmont: Wadswoth Publishing Company. Hal. 15-31
  • Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland: Sinauer Associates. Hal. 17-34.
  • Burnie, David. 1989. Plant. Great Britain:Stoddart. Hal. 17-26
  • Alberts et al. 2002. Molecular Biology of The Cell. 4th Edition. New York: Garland Publishing. Hal. 79-86
  • Raven, Peter H, Ray F. Evert, Susan EE. 2005. Biology of Plants, 7th Edition. New York: W.H. Freeman and Company Publishers. Hal. 119-127
  • Alberts et al. 2002. Molecular Biology of The Cell. 4th Edition. New York: Garland Publishing. Hal. 79-86
  • Raven, Peter H, Ray F. Evert, Susan EE. 2005. Biology of Plants, 7th Edition. New York: W.H. Freeman and Company Publishers. Hal. 119-127

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon