A. KARAKTER DAN UNSUR-UNSUR DALAM PESANTREN Pesantren ialah lembaga pendidikan dan pengajaran nilai- nilai keislaman yang di dalamnya terjadi interaksi antara kyai dan para santri. Kyai dan santri yakni bagian penting yang ada di dalam pesantren. Selain itu dalam sebuah pesantren terdapat sumber-sumber belajar berupa kitab. Kegiatan pembelajaran pesantren dengan mengaji kitab atau membahas karya-karya ulama pada masa lalu. Kitab mereka lebih diketahui dengan nama kitab kuning , alasannya pada kurun kemudian kitab atau buku-buku dicetak dengan kertas yang berwarna kuning. Saat ini penyebutan istilah kitab kuning masih digunakan walaupun sebagian kitab tersebut telah dicetak ulang dengan kertas yang berwarna putih. Pesantren juga memiliki pondok atau asrama untuk tempat tinggal para santri. Jauh sebelum kemerdekaan, pesantren sudah menjadi tata cara pendidikan yang dipraktekkan di Indonesia. Hampir seluruh pelosok daerah, terutama pusat-sentra kerajaan Islam sudah mempunyai lembaga pendidikan keislaman yang nyaris serupa walaupun dengan nama yang bermacam-macam. Lembaga pendidikan keislaman itu seperti Maunasah di Aceh, Surau di Minangkabau dan Pesantren di Jawa. Meskipun demikian, secara historis, sejarah permulaan tentang keberadaan lembaga pendidikan keislaman tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut. Para sejarawan berpendapat bahwa pesantren merupakan penyesuaian dari versi sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh orang-orang Hindu dan Budha. Model ini dikenal dengan nama Mandala. Pendapat tersebut disampaikan para sejarawan dengan beberapa alasan. Pertama , berdasarkan pendapat, sebelum Islam tiba, di Indonesia telah berkembang agama Hindu dan Budha. Kedua agama ini menggunakan sistem pengajaran biara dan asrama. Sistem ini dipakai untuk mendidik para pandita dan bhiksu dalam melaksanakan pengajaran kepada para pengikutnya. Para sejarawan menyimpulkan bahwa metode mirip ini berikutnya di adopsi oleh Wali Songo untuk memberitakan agama Islam kepada penduduk . Model pendidikan mirip ini kemudian diketahui dengan nama Pondok Pesantren . Pondok Pesantren yang pertama kali diresmikan di Jawa adalah pada abad Wali Songo. Para sejarawan menerka bahwa pesantren pertama Indonesia didirikan di desa Gapura Gresik Jawa Timur. Pesantren pertama tersebut didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim. Beliau membuatkan agama lewat berjualan, membuka warung, menunjukkan sembako murah, dan pengobatan gratis. Maulana Malik Ibrahim juga menyiarkan agama bersama-sama dengan tata cara pertanian, pengairan, dan membangun pondok mencar ilmu di Leran, Gresik pada tahun 1419. Maulana Malik Ibrahim mendapatkan gelar Syeh Maghribi. Apakah para Wali Songo mengadopsi Islam dari Arab? Ternyata jawabnya adalah tidak. Bukankah doa-doa para wali berbahasa Arab? Ya, memang betul. Bacaan sholat dan doa berasal dari bahasa Arab. Lalu, bagaimana dengan ungkapan-perumpamaan langgar, surau, atau rangkang? Apakah kesemuanya merupakan istilah dari Bahasa Arab? Jawabnya tidak. Istilah pesantren seperti halnya mengaji tidak berasal dari bahasa Arab, melainkan dari India, mirip adu di Jawa , dan Surau di Miangkabau . Kedua, menurut versi pendidikan. Model pendidikan pesantren seperti dengan tata cara yang digunakan Hindu dan Budha di India. Model pendidikan tersebut yakni kegiatan pembelajaran berisi ilmu-ilmu agama, kyai tidak menerima gaji, penghormatan yang tinggi kepada kyai serta letak pesantren yag berada di luar kota. Dengan demikian, metode pendidikan keislaman yang dipraktekkan Wali Sanga tidak sama dengan tata cara pendidikan yang ada di Arab. Berdasarkan keterangan para sejarawan, pendidikan Islam dengan metode pesantren di Indonesia tidak berasal pribadi dari Arab, melainkan mengadopsi metode pengajaran mandala. Karena banyak ditemukan istilah dari bahasa non Arab, mirip sabung, surau, dan rangkang. Selain itu, tata cara pendidikan mirip dengan sistem biara. Ciri system tersebut adalah pembelajaran 8 Pada mula berdirinya, kondisi pesantren sungguh sederhana. Kegiatan pengajian diselenggarakan di dalam masjid oleh seorang kyai dengan beberapa orang santri. Kyai lazimnya telah pernah belajar terhadap kyai yang lebih berakal dan lebih ’alim ketimbang dirinya sendiri. Kyai umumnya tidak hanya dikenal sebagai seorang yang tinggi tingkat penguasaannnya terhadap ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga memiliki kekuatan spiritual yang tinggi sehingga mempunyai kharisma yang tinggi di penduduk . Dalam sejarah perkembangannya, pesantren mempunyai fungsi pokok yakni mencetak ulama atau andal agama. Fungsi pokok ini tetap terpelihara dan dipertahankan sampai sekarang. Seiring dengan per- kembangan zaman, acara di pesantren mengalami perkembangan. Selain acara pendidikan dan pengajaran agama, beberapa pesantren telah melaksanakan pembaharuan dengan menyebarkan bagian- bagian pendidikan sehingga pesantren telah berkembang dengan mengikuti tata cara pendidikan yang ada di sekolah-sekolah biasa , seperti penambahan penguasaan bahasa gila (Arab dan Inggris), pendidikan ketrampilan, sains, teknologi, dan sebagainya. Kegiatan pesantren yang dahulu cuma diselenggarakan di dalam masjid, sekarang telah lebih maju dengan adanya pengajaran bahasa ajaib, pendidikan ketrampilan, sains, teknologi, dan sebagainya. Namun maksudnya tetaplah sama yaitu mencetak ulama atau mahir agama. Secara historis pesantren memiliki tiga ciri selaku karakteristik utama, yakni: 1. Pesantren didirikan selaku bagian dari penduduk dan atas tunjangan masyarakat sendiri. 2. Pesantren dalam penyelenggaraan pendidikannya menerapkan kesetaraan santrinya. Pesantren tidak membedakan status dan tingkat kekayaan orang renta anak didiknya. 3. Pesantren membuatkan misi- nya “menghilangkan kebodohan” terutama tafaqquh fi al-din dan menyiarkan nilai-nilai keislaman. Contoh acara pembelajaran di Pondok Pesantren terbaru Secara biasa pesantren mampu diklasifikasikan menjadi dua macam, ialah pesantren salaf atau pesantren tradisional dan pesantren ‘ashri atau pesantren terbaru. Pesantren salaf yakni pesantren yang mempunyai sistem pengajaran menurut contoh pengajaran klasik atau usang. Pesantren salaf cuma mengajarkan kitab kuning dengan sistem pengajaran tradisional. Sebaliknya, pesantren ‘ashri yaitu pesantren yang di samping melestarikan komponen-bagian pesantren salaf, juga mengombinasikan dengan komponen pendidikan terbaru. Pendidikan terbaru ditandai dengan metode klasikal, sekolah, serta bahan-bahan non-keagamaan atau ‘lazim’ dalam muatan kurikulumnya. Meskipun demikian, pesantren salaf dan pesantren ‘ashri memiliku unsur yang sama. Beberapa komponen yang terdapat pada pondok pesantren ialah kyai dan ustadz, santri, pondok, masjid, madrasah atau sekolah, dan kitab- kitab kuning. 1. Kyai dan Ustadz Kyai dan ustadz (ajudan kyai) ialah bagian penting yang amat memilih kesuksesan pendidikan di pesantren. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa dominan kyai ialah pendiri dan pemilik pesantren yang lalu diteruskan oleh keturunannya. Dengan demikian, kemajuan dan perkembangan pesantren sungguh tergantung pada tugas para kyai dan ustadz. Hal inilah yang meniscayakan seorang kyai dan ustadz haruslah seorang yang luas pemahamannya kepada bahan-materi keagamaan. Selain itu, kyai dan ustadz mesti memiliki kekuatan spiritual yang tinggi sehingga bisa menyayangi dan mengayomi semua masyarakat. Oleh alasannya adalah itulah, banyak kyai yang menjadi teladan baik dari tingkat keilmuannya ataupun pada segi sosialnya. Pada metode pesantren, ada juga yang hanya diatur oleh seorang kyai saja dengan dibantu oleh para ustadz. Pesantren juga kerap kali dikontrol oleh beberapa kyai yang masih memiliki relasi saudara akrab dengan kyai sepuh. Fungsi ustadz yaitu selaku pembantu kyai yang mengajar dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah di bawah bimbingan dan arahan dari kyai. Sedangkan pada tingkat tinggi, maka pengajaran lazimnya ditangani eksklusif oleh kyai. Proses pergeseran kepemimpinan pesantren umumnya bersifat kekeluargaan, artinya kepemimpinan kyai akan diturunkan terhadap anak keturunannya. 2. Santri Secara umum, santri di pesantren dapat dikelompokkan menjadi santri mukim dan santri kalong . Santri mukim yaitu para santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga dia tinggal dan menetap di pondok pesantren. Sedangkan santri kalong yaitu para santri yang berasal dari kawasan sekitar pesantren sehingga mereka tidak membutuhkan kawasan tinggal di pesantren. Mereka bolak-balik ke pesantren dari rumahnya masing-masing. Umumnya pesantren tidak melakukan seleksi khusus terhadap para calon santrinya, khususnya seleksi untuk diterima atau ditolak. Siapa saja kandidat santri yang datang dikirim orangtua/ walinya akan diterima dengan suka rela oleh kyai untuk bisa mencar ilmu di pesantrennya. Pesantren terbaru umumnya menciptakan ketentuan-ketentuan yang umum berlaku di sekolah-sekolah, sehingga pada pesantren ini diketahui adanya tahun aliran gres. Dengan demikian pada pesantren terbaru juga diselenggarakan seleksi penerimaan santri gres. Pesantren modern juga sering ada keseragaman waktu yang ditempuh santri dalam setiap jenjangnya. Beberapa pesantren menyelenggarakan cobaan penempatan kelas kepada santrinya, apakah santri tersebut diterima di kelas awwaliyah (dasar), wustha (menengah), ataukah aliyah (atas). Para santri yang belajar di pesantren salaf, proses penyeleksiannya dikerjakan secara alami, adalah para santri bebas memilih kitab yang mau dikajinya berdasarkan kesanggupan yang dimiliki. Kemampuan para santri antara satu dengan yang yang lain terperinci terlihat pada tata cara ini. Bagi santri yang arif, dia akan menuntaskan pengkajian kitab dalam waktu yang lebih cepat daripada santri lainnya. Akan tetapi, banyak santri di pesantren tradisional yang mengaji dari satu pesantren ke pesantren yang lain tidak sampai mengkhatamkan satu kitab. Mereka hanya mencari barokah dari para kyai yang mengajar di pesantren-pesantren tersebut. Oleh alasannya adalah itulah, para santri di pesantren-pesantren tradisional lebih banyak menekankan diri pada “mencar ilmu hidup” dibandingkan dengan “berguru keilmuan kognitif”. Dari sinilah, tampakperbedaan yang menonjol di penduduk antara alumni pesantren dan alumni sekolah-sekolah biasa . 3. Pondok Pesantren yakni sebuah lembaga yang menyediakan asrama atau pondok. Pondok digunakan sebagai kawasan tinggal dan mencar ilmu para santri di bawah tutorial kyai. Asrama para santri berada dalam kompleks daerah kyai dan keluarganya tinggal. Didalam pondok terdapat masjid selaku tempat beribadah dan kawasan mengaji bagi para santri. Pesantren yang sudah maju biasanya memiliki kompleks tersendiri yang dikelilingi oleh pagar pembatas yang berfungsi mengawasi masuk keluarnya para santri. Akan namun ada beberapa pesantren salaf yang menghapus pagar pembatas sehingga para santri mampu mencar ilmu hidup berinteraksi yang bantu-membantu di dalam penduduk . Mereka juga mesti keluar ke masyarakat untuk berbelanja keperluan sehari-hari mereka sehingga terjadi hubungan mutual antara pesantren dan masyarakat. Pesantren salaf berlawanan dengan pesantren-pesantren terbaru ataupun salaf semi terbaru yang menyediakan segala kebutuhan santri di dalam pesantren sehingga mereka tidak boleh keluar dari dalam pesantren, kecuali pada waktu-waktu tertentu. Akibatnya mereka terputus hubungan dengan masyarakat yang ada di luar pesantren. Pondok dalam suatu pesantren menjadi ciri khusus yang membedakannya dengan metode pendidikan yang lain. 4. Masjid Unsur penting yang ada dalam suatu pesantren adalah masjid yang sering digunakan untuk beribadah sekaligus belajar para santri. Para santri umumnya diwajibkan untuk shalat berjamaah pada shalat lima waktu dan terkadang pada shalat malam. Di masjid inilah, para santri dan kyai mengadakan latihan spiritual dengan cara dzikir, mujahadah, riyadhah, dan lain sebagainya. Biasanya masjid dibangun di tengah-tengah lokasi pesantren dan di dekat rumah kyai sehingga mempermudah setiap santri dan kyai untuk menuju ke masjid. Para santri secara bergiliran menjalankan adzan, iqamah, menjadi khatib, menjadi mubaligh, dan lain sebaginya. Oleh sebab itulah, masjid di pesantren adalah media latihan berdakwah yang kelak mesti diterapkan oleh para santri saat kembali ke penduduk . 5. Madrasah atau Sekolah Beberapa pesantren yang telah mengalami perubahan kurikulum, maka acara belajar dilaksanakan dengan tata cara sekolah. Inilah sebabnya banyak pesantren yang mempunyai gedung sekolah, baik itu cuma digunakan untuk madrasah diniyah ataupun madrasah yang memadukan Gedung sekolah di salah satu pesantren NU di Yogyakarta sistem pesantren dengan sistem sekolah modern. Madrasah ini terletak di lokasi pesantren. Biasanya madrasah dilengkapi dengan perpustakaan, laboratorium, lapangan olahraga, dan lain sebagainya umumnyasekolah pada umumnya. Dengan demikian, pesantren yang menyelenggarakan metode sekolah akan terdapat dua macam acara pembelajaran , ialah pembelajaran ala pesantren dan pembelajaran ala sekolah. 6. Kitab-kitab Kuning Pesantren diresmikan dengan tujuan mencetak para ulama yang handal dalam ilmu-ilmu keislaman lewat kegiatan pembelajaran didalamnya. Oleh alasannya adalah itulah, banyak santri yang menjalani kegiatan belajar dalam waktu yang usang. Hal ini tidak hanya untuk mendapatkan ilmu-ilmu keislaman, akan tetapi juga untuk menerima barakah dari kyai. Santri mencar ilmu dengan mengkaji kitab. Kitab-kitab dijelaskan oleh kyai dan berikutnya para santri menyimaknya. Ada pula santri yang mempelajari kitab dengan berdiskusi dengan santri yang lain. Kitab-kitab yang dikaji di pesantren-pesantren ada banyak macamnya. Pada pesantren modern, kitab-kitab dipelajari sesuai dengan tingkat atau jenjang belajar santri. Pada pesantren salaf atau tradisional, kitab-kitab di- pelajari sesuai dengan tingkat Kitab-kitab yang dikaji di pesantren pemahaman dan minat para santri. Meskipun kitab yang dipelajari sangat banyak, tetapi mampu dikelompokkan secara sederhana sebagai berikut: a. Tajwid f. Akhlaq/ tasawuf b. Tafsir g. Ushul Fiqih c. Ilmu Tafsir h. Fiqih d. Hadis i. Nahwu dan sharaf e. Aqidah j. Mantiq (nalar) f. Akhlaq/tasawuf dan balaghah (sastra) g. Ushul Fiqih k. Tarikh (sejarah islam) Santri tidak hanya bertujuan mencari ilmu di pondok, namun juga untuk mendapatkan barokah dari kyai B. MATERI PEMBELAJARAN DI PESANTREN Materi pembelajaran yang diselenggarakan di pesantren sungguh beragam. Beragamnya materi pembelajaran tersebut memiliki kesamaan tujuan ialah untuk mempelajari dan menjiwai ilmu- ilmu keislaman. Inilah kesamaan pesantren-pesantren yang ada di Indonesia, ialah mengajarkan ilmu-ilmu keislaman yang mencakup kitab Tajwid, Ilmu Tafsir, Tafsir, Hadis, Aqidah, Akhlaq/tasawuf, Ushul Fikih, Fikih, Nahwu dan Sharaf, Mantiq dan Balaghah, serta Tarikh Islam. Kitab-kitab tersebut dikenal dengan al-kutub al-qadimah dan ada juga yang menyebutnya al-kutub al-shafra’ atau kitab kuning. Kitab ini biasanya tanpa harakat atau lebih diketahui dengan tulisan Arab gundul . Jumlah al-kutub al-qadimah sangat banyak. Rata-rata yang digunakan di pesantren yakni menganut madzhab Syafi’i. Menurut Martin van Bruinessen, seorang peneliti berkebangsaan Belanda, jumlah kitab kuning yang beredar di pesantren-pesantren Jawa dan Madura pada kurun ke-20 mencapai 900 judul, padahal L.W.C. van den Berg dalam penelitian sebelumnya pada selesai era ke-19 hanya memperoleh 54 judul saja. Tidak semua kitab kuning yang beredar di golongan pesantren diajarkan terhadap para santri. Bahkan pada umumnya ialah bahan bacaan para kyai dan ustadz untuk memperkaya khazanah keilmuan yang mereka miliki. Kitab-kitab ini diajarkan secara bertingkat sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan di pesantren. Ada yang disediakan untuk tingkat pemula ( awwaliyah ), menengah ( wustha ) dan ada yang tingkat tinggi ( aliyah ). Adapun kurikulum pembelajaran yang diajarkan di pesantren ialah sebagai berikut: 1. Akidah No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Aqidah al-’Awam § Tijan Dirari § Matn al-Bajuri § Sanusiyah § Al-Jauharat § Matn Kharidah Bahiyyah § Bady al-Amal § Qathr al-Ghaits § Qami’ al-Thughyan § Syeikh Ahmad Marzuqi § Ibrahim al-Bajuri § Ibrahim al-Bajuri § Muhammad bin Yusuf al- Sanusi § Ibrahim al-Laqani § Muhammad Shiddiq § Abu Husain Sirajuddin § Muhammad Nawawi § Muhammad Nawawi 2. Mene- ngah § Kifayat al-Awam § Al-Dasuqi § Al-Jawahir al-Kalamiyyah § Umm al-Barahin § Muhammad al-Fadhali § Muhammad al-Dasuqi § Thahir al-Shalih § Sayyid Muhammad Sanusi 3. Tinggi § Husun al-Hamidiyyah § Al-Fajr al-Sahadiq § Sayyid Husain al-Afandi § Afandi Shidqi al-Zuhari 2. Tafsir No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Tafsir Yasin 2. Mene- ngah § Tafsir Jalalain § Shafwat al-Tafasir § Tafsir Munir § Tafsir al-Baidlawi § Jalaludddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi § Ali al-Shabuni § Muh. Nawawi al-Jawi § Imam Baidlawi 3. Tinggi § Tafsir Shawi § Tafsir Ayat al-Ahkam § Tafsir al-Maraghi § Tafsir Ibn Katsir § Al-Shawi § Ali al-Shabuni § Musthafa al-Maraghi § Ibn Katsir 3. Ilmu Tafsir No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal _ _ 2. Mene- ngah § Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an § Qawa’id al-I’rab § Al-Itmam al-Dirayah § Jalaluddin al-Suyuthi § Yusur Abdul Qadir al- Barnawi 3. Tinggi § Ilmu Tafsir § Al-Tafsir wa al-Mufassirun § Asrar al-Tartil al-Qur’an § Muh. An-Nawawi § Al-Dzahabi § Jalaluddin al-Suyuthi 4. Tajwid No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Nazm Hidayah al-Shibyan § Syifa’ al-Jinan § Tuhfah al-Athfal § Sa’id bin Sa’d Nabhan § Sa’id bin Sa’d bin Nabhan § Sulaiman bin Husain bin Muhammad al-Jamzuri 2. Mene- ngah § Al-Kharidah Al-Bahiyyah § Hilyah al-Tilawah wa al- Zinat § Al-Aada wa al-Qira’at § Hidayah al-Mustafid § Mursyid al-Wildan § Syifa’ al-Rahman § Nadzam al-Jazariyyah § Muhammad Shiddiq § Syeikh Munajat bin Hannan 3. Tinggi § Qira’at al-Sab’ah § Ibnu Mujahid 5. Bahasa Arab No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Awamil § Jurumiyyah § Fath Nabb al-Bariyyah § Syarh al-Jurumiyyah § Kaylani § Al-Bina’ wa al-Asas § Qawa’id al-I’lal § Asymani § Tashrif § Al-Mutammimah § Qawa’id al-Natstsar § Abdul Qahir al-Jurjani § Ibrahim al-Baijuri § Ahmad Zain Dahlan § Abu Husain Ali bin Hisyam § Abdullah al-Danqizi § Mundzir Nadzir § Abdullah bin Syaikh Asymani § Muhammad bin Ma’shum bin Ali 2. Mene- ngah § Al-Qawa’id al-Sharfiyyah § Nadzm al-Maqshud § ‘Imrithi § Alfiyah Ibn Malik § Syeikh ‘Imrithi § Muhammad bin Abdullah bin Malik 3. Tinggi § Al-Jauhar al-Maknun § Sullam al-Muwarraq § Uqud al-Juman § Abdurrahman bin Muhammad al-Anshari § Jalaluddin al-Suyuthi 6. Akhlaq/Tasawuf No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Akhlaq li al-Banin & Akhlaq li al-Banat § Taysir al-Khallaq § Al-Tahliyah wa al-Targhib § Nadzam Ali al-Bari § Umar Ahmad ba Raja § Hafidz Hasan al-Mas’udi § Sayyid Muhammad 2. Mene- ngah § Ta’lim al-Muta’alim § Bidayah al-Hidayah § Risalat al-Muawanah § Nasha’ih al-Ibad § Al-Nasha’ih al-Diniyah § Al-Riyadl al-Badi’ah § Idzatu al-Nasyi’in § Ibrahim bin Isma’il § Imam Al-Ghazali § Abdullah bin ‘Alawi § Ibnu Hajar al-Asqalani § Muhammad Nawawi al- Jawi § Muhammad Hasbullah § Musthafa al-Ghulayani § Syeikh Munajat bin Hannan 3. Tinggi § Kifayah al-Atqiya’ § Mau’idzat al-Mu’minin § Al-Hikam § Ihya’ Ulum al-Din § Sayyid Abu Bakar § Muhammad Jamaluddin Al- Qasimi § Ibnu ‘Atha’illah Al-Iskandari § Imam Abu Hamid al-Ghazali 7. Fikih No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Sullam Munajat § Muhammad Nawawi § Safinat al-Bajat § Muhammad Nawawi § Sullam al-Taufiq § Muhammad Nawawi § Fath al-Qarib § Muh. Qasim al-Ghazi § Safinah al-Shalah § Muhammad Nawawi § Minhaj al-Qawim § Ibn al-Qayim al-Jauzi § Bahjat al-Wasil § Muh. Nawawi al-Syafi’i § Umdat al-Salik § Syihabuddin Abu Abbas 2. Mene- ngah § Taushiyah ‘ala Ibni Qasim § Fath al-Mu’in § I’anah al-Thalibin § Kifayah al-Ahyar § Fath al-Wahhab § Al-Iqna’ § Muh. Nawawi al-Jawi § Zainuddin bin Abdul Aziz § Sayyid Abu Bakar § Imam Taqiyuddin Abu Bakar § Abu Yahya Zakariyyah al- Anshari 3. Tinggi § Al-Muhalli § Bidayah al-Mujtahid § Al-Mizan al-Kubra § Al-Fiqh ‘ala Mazahibb al- Arba’ah § Al-Umm § Al-Muhadzab § Fi Fiqh al-Imam al-Sayafi’i § Jalaluddin al-Mahalli § Ibnu Rusyd § Abu al-Mawahib § Abd. Wahab al-Jaziri § Imam Sayafi’i § Abu Ishaq Ibrahim 8. Ushul Fikih No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal - - 2. Mene- ngah § Waraqat al-Dimyathi ala Syarh al-Waraqat § Ghayah al-Ushul § Faraid al-Bahiyyah § Ahmad bin Muhammad al- Dimyathi § Abu Zakariya al-Anshari § Abu Bakar al-Yamani 3. Tinggi § Tashil al-Thuruqat § Jam’ al-Jawami’ § Latha’if al-Isyarat § Imam Tajuddin Abdul Wahab al-Shubhi 9. Hadis No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. awal § Arba’in Nawawi § Yahya bin Syarafuddin al- Nawawi § Abu Sa’id al-Khadimi § Ahmad bin Zaini Dahlan § Muh. Ali al-Syafi’i § Tsalats Rasa’il § Arba’ rasa’il § Abi Jamrah § Tanqih al-Qaul 2. Mene- ngah § Riyadl al-Shalihin § Bulugh al-Maram § Mukhtar al-Ahadits § Jawahir al-Bukhari § Jalaludddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi § Ibn Hajar al-Asqalani § Sayyid Ahmad al-Hasyimi 3. Tinggi § Subul al-Salam § Al-Kahlan § Jami’ al-Saghir § Jalaluddin al-Suyuthi § Shahih al-Bukhari § Imam Al-Bukhari § Shahih Muslim § Imam Muslim § Sunan Abu Dawud § Imam Abu Dawud § Sunan al-Tirmidzi § Imam al-Turmidzi § Sunan al-Nasa’i § Imam al-Nasai’i § Sunan Ibn Majah § Imam Ibn Majah § Al-Muwatha’ § Imam Malik 10. Ilmu Hadis Banyak kitab yang dipakai, akan tetapi cuma terbatas pada tingkat tinggi. Kitab-kitab tersebut di antaranya; a) Minhaj al-Mughits karya al-Mas’udi b) ‘ Ilm Musthalah al-Hadits karya Abdul Qadir Hasan c) Taysir Mushthalah al-Hadits karya Mahmud Thahhan d) Dan lain-lain 11. Tarikh (Sejarah Islam) No. Tingkat Nama Kitab Penyusun 1. Awal § Khulashah Nur al-Yaqin § Qishah al-Mi’raj § Madarij al-Su’ud § Nur al-Dzalam § Dur Tarikh al-Islam § Yahya bin Syarafuddin al- Nawawi § Abu Sa’id al-Khadimi § Ahmad bin Zaini Dahlan § Muh. Ali al-Syafi’i 2. Mene- ngah § Sirah ibn Ishaq § Nur al-Yaqin 3. Tinggi - - Kurikulum tersebut ialah kurikulum yang bersifat biasa . Akan tetapi biasanya beberapa pesantren memiliki pola penga- jaran dan kurikulum tersendiri yang berlainan dengan pesantren yang lain. Hal ini alasannya adalah pesantren ialah forum yang independen, baik secara keuangan maupun kurikulum. C. PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI PESANTREN Berbagai pendekatan dilakukan supaya pelajaran yang disampaikan kyai atau ustadz dapat diterima dengan baik oleh santri. Ada enam pendekatan dalam kegiatan pembelajaran di pesantren. 1. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini menekankan pada santunan motivasi dari kyai terhadap santri yang bersifat persuasif. Persuasif artinya dorongan yang dapat menggerakkan daya kognitif (kecerdasan berfikir santri), afektif (perilaku dan etika santri), dan psikomotorik (fisik santri). Seorang kyai dalam mengajar para santri tidak cuma menekankan pada transfer ilmu yang bersifat kognitif secara verbal, namun juga dengan ’bahasa batin’. Bahasa batin tujuannya ialah kyai mengajarkan dengan sepenuh hati dan penuh kasih sayang. Dengan demikian keterlibatan santri tidak hanya pada tataran akal atau anggapan namun hati dan batinnya juga terlibat. 2. Pendekatan Sosio Kultural Pendekatan ini mengharapkan usaha pengambangan perilaku- sikap eksklusif dan sosial sesuai dengan kehidupan yang terjadi di penduduk . Hal ini menuntut adanya penemuan dan pembaharuan sesuai dengan tuntutan kondisi. Untuk melakukan pendekatan ini, pesantren melaksanakan acara bahts era’il. 3. Pendekatan Keimanan Pendekatan ini berusaha menerangkan bahwa semua ilmu yang diajarkan akan menenteng konsekwensi doktrin/ keimanan kepada Allah I. Melalui pendekatan ini, santri dibutuhkan kian bertambah imannya. 4. Pendekatan Sejarah Pendekatan ini umumnya dengan cara menceritakan kejadian- insiden kurun kemudian. Beberapa kejadian tersebut mirip dongeng para nabi, sobat, para ulama, dan lain sebagainya. Penyampaian cerita masa kemudian dijadikan selaku media pembelajaran dengan impian supaya perilaku dan mental para santri dapat kian terbentuk dengan baik. 5. Pendekatan Filosofis Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara akal budi materi yang sedang diajarkan. Pelajaran yang di nalar gotong royong tersebut diharapkan dapat menghasilkan pemahaman yang serupa. Dengan diterapkannya pendekatan filosofis, maka pelajaran menjadi ”temu logika”. Dengan demikian kebenaran yang diterima tidak cuma berdasarkan keimanan, tetapi juga kebenaran dari pemikiran. 6. Pendekatan Fungsional Pendekatan ini memberikan penitikberatan terhadap fungsi atau faedah dari pelajaran yang diberikan dalam kehidupan para santri. Dengan mengerti fungsi atas pelajaran yang diberikan, diharapkan mampu membekas pada ingatan para santri. Enam pendekatan tersebut bersifat lazim yang berlaku di pesantren. Akan tetapi, barangkali masih ada beberapa pendekatan lain yang bersifat khusus yang berlainan antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. D. METODE PEMBELAJARAN Metode yang dipakai dalam pembelajaran di pesantren ada 10 macam. 1. Metode Sorogan Metode ini menitikberatkan pada kesanggupan individu santri di bawah asuhan seorang ustadz atau kyai. Pelaksanaannya mampu digambarkan selaku berikut: a. Santri berkumpul di kawasan pengajian seseuai dengan waktu yang ditentukan oleh kyai atau ustadz. Para santri masing- masing menjinjing kitab yang hendak dikaji. b. Seorang santri yang mendapatkan giliran, selanjutnya menghadap eksklusif kepada gurunya. Santri tersebut membuka bagian yang akan dikaji dan menaruh di atas meja yang tersedia di depan kyai atau ustadz. c. Kyai atau ustadz membacakan kitab pada bab tertentu. Selanjutnya beliau memberikan artinya dengan memakai bahasa Jawa, Melayu, Madura, ataupun bahasa lainnya. d. Para santri menyimak, mencocokkan, dan menuliskan apa yang didengar di kitabnya. Selain itu ada pula santri yang memberi harakat dan arti pada setiap kata yang belum diketahui arti dan terjemahnya. e. Santri selanjutnya menirukan persis sebagaimana yang sudah dibaca oleh kyai. f. Kyai mendengarkan apa yang dibaca oleh santrinya dengan seksama. Santri mengantri sorogan kitab kuning 2. Metode Bandongan Metode ini juga disebut dengan metode wetonan . Metode ini dipraktekkan dengan cara mambagi para santri menjadi beberapa kelompok. Selanjutnya kelompok santri tersebut menyimak atau menyimak bacaan kyai/ustadz. Kyai/ustadz membaca, menerjemahkan, mengambarkan, dan kadang kala mengulas teks yang dibacanya dengan tanpa harakat (teks botak). Sementara santri melakukan pendhabitan (dukungan) harakat, pencatatan simbol kedudukan kata, arti-arti secara literal, dan informasi lain yang dianggap penting. Posisi duduk para santri dalam sistem ini lazimnya yaitu melingkari kyai atau ustadz sehingga membentuk halaqah (bundar). 3. Metode Musyawarah (bahts al-Masa’il) Metode ini seperti dengan metode diskusi atau pelatihan. Peserta bahts masa’il ialah para santri baik jenjang dasar, menengah, ataupun jenjang atas. Beberapa jumlah santri membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang kyai. Selanjutnya kyai dan para santri membahas problem yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, santri dengan bebas bertanya atau pun menyampaikan pendapat. Dengan demikian, sistem ini lebih menitikberatkan pada kesanggupan inidividu santri. Kemampuan tersebut yakni dalam hal menganalisis dan memecahkan duduk perkara yang mengacu pada kitab-kitab kuning. Musyawarah juga dikerjakan untuk memecahkan duduk perkara yang rumit. Metode musyawarah ini biasa dipraktekkan pada santri tingkat menengah dan tingkat atas. Hal ini dikarenakan santri tingkat menengah dan tingkat atas telah mampu berfikir secara kritis. 4. Metode Pengajian Pasaran Metode ini dilaksanakan dalam pembelajaran bahan kitab-kitab kuning yang dilaksanakan secara maraton dalam masa waktu tertentu. Pada biasanya tata cara ini diterapkan pada bulan Ramadhan selama limabelas hari, duapuluh hari, ataupun satu bulan penuh tergantung kitab yang dikaji. Metode ini seperti dengan tata cara bandongan, akan tetapi penekanan pada sistem ini ialah penyelesaian satu bahan tertentu, bukan pada pengertian sebagaimana tata cara bandongan. Pengajian pasaran ini dahulu banyak dilakukan di pesantren- pesantren tua di Jawa dan dilakukan oleh santri-santri senior di bidangnya. Para pemula bisa juga mengikuti pengajian ini, namun pada lazimnya akseptor terdiri dari mereka yang sudah berguru atau membaca kitab tersebut sebelumnya. Pengajian ini lebih banyak untuk mengambil berkah atau ijazah dari kyai yang dianggap senior. Pengajian pasaran ini mampu juga dimaknai selaku proses pembentukan jaringan pengajaran kitab-kitab tertentu di antara pesantren-pesantren yang ada. Para santri yang mengikuti pengajian pasaran di kawasan tertentu akan menjadi bab dari jaringan pesantren ini. 5. Metode Hafalan (muhafadhah) Metode ini yakni dengan cara menghafal teks tertentu di bawah pengawasan seorang kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan yang sudah diputuskan dalam waktu tertentu pula. Hafalan yang dimiliki santri selanjutnya diujikan dengan di- lafal -kan di depan kyai. Hal tersebut sering disebut dengan ’setoran hafalan’. Para santri setoran hafalan secara periodik atau insidental tergantung isyarat kyai tersebut. Metode ini umumnya digunakan saat menghafal al- qur’an, hadits, ataupun nadzam-nadzam kitab tertentu mirip Imrithi, Alfiyah, dan lain-lain. 6. Metode Demonstrasi / Praktek Ibadah Metode ini dijalankan dengan cara memperagakan sebuah kemampuan pelaksanaan ibadah tertentu. Peragaan yang dijalankan bisa secara perorangan atau golongan di bawah tutorial ustadz atau kyai. Metode ini biasa digunakan dikala kegiatan praktek shalat, haji, mengelola jenazah, dan lain sebagainya. 7. Metode Rihlah Ilmiyah Metode pembelajan ini dijalankan dengan acara kunjungan (perjalanan) menuju suatu tempat tertentu untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan ini bersifat keilmuan yang dikerjakan untuk mengusut dan meneliti sebuah hal yang berhubungan dengan daerah. Ustadz membimbing santri selama melaksanakan rihlah. Pada zaman kini, metode ini diketahui dengan study tour. 8. Metode Muhawarah atau Muhadatsah Metode ini merupakan praktek bercakap-mahir memakai bahasa Arab. Para santri diwajibkan untuk bercakap-cakap dengan memakai bahasa Arab terhadap sesama santri, ustadz, ataupun kyai. Kegiatan muhawarah dapat berjalan dengan tanpa gangguan jika santri mempunyai perbendaharaan kata yang baik. Oleh karena itu, para santri diwajibkan menghafal kosakata ( mufradat ) sebagai modal bercakap-piawai. Pada event tertentu santri dipasangkan dua-dua untuk bercakap-mahir tentang tema tertentu dengan dipantau oleh santri yang lebih senior. Beberapa pesantren ada yang tidak hanya mewajibkan bahasa Arab, tetapi juga bahasa Inggris. Kedua bahasa ini harus diterapkan dalam keseharian santri. Biasanya dalam seminggu dibagi menjadi tiga waktu. Tiga hari ialah menggunakan bahasa Inggris, tiga hari berikutnya untuk bahasa Arab, dan sehari untuk hari bebas berbahasa. Pembagian waktu bisa juga dijalankan dengan seminggu bahasa Arab, dan pekan berikutnya untuk bahasa Inggris. Kegiatan ini lazimnya ditangani oleh pengurus pesantren bab bahasa (qism lughah) dengan diawasi oleh para ustadz. Kegiatan ini ditambah juga dengan acara mukhadlarah (latihan pidato) untuk memperbesar ketrampilan berbahasa seacara lisan para santri. Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali dengan cara membagi para santri menjadi beberapa kalangan. Santri yang mendapat giliran mesti berpidato dengan menggunakan bahasa Arab atau pun Inggris tergantung giliran yang diperolehnya. Kegiatan ini terkadang ditindaklanjuti dengan kegiatan konferensi antarkelompok santri (muhadlarah akbar) guna mempertunjukkan kesanggupan antar golongan. 9. Metode Mudzakarah Mudzakarah merupakan konferensi ilmiyah yang membicarakan persoalan diniyah seperti ibadah, aqidah, dan dilema-problem lain. Metode ini nyaris sama dengan bahts era’il. Yang membedakan yakni akseptor kegiatannya. Peserta mudzakarah berisikan para kyai atau santri tingkat atas. Mudzakarah dibedakan menjadi dua macam: a. mudzakarah yang diadakan oleh kyai bersama para ulama. Metode ini menggunakan kitab yang tersedia untuk memecah- kan duduk perkara agama yang penting atau sekedar untuk memperdalam problem agama. b. mudzakarah diadakan antarsantri. Metode ini membicarakan suatu dilema agama dengan tujuan melatih para santri agar terampil dalam memecahkan suatu dilema dengan memakai kitab-kitab yang tersedia. Mudzakarah ini lazimnya dipimpin oleh santri senior yang ditunjuk oleh kyai. 10. Metode Riyadlah Metode ini menekankan pada olah batin. Tujuan metode ini adalah untuk mencapai kesucian hati para santri dengan bermacam cara menurut isyarat kyai. Metode ini tidak ditujukan untuk penguasaan ilmu tertentu, namun selaku sarana pembentukan sikap dan mental santri semoga kian dekat dengan Allah. Metode ini digunakan di pesantren-pesantren yang kyai-nya mempunyai kecenderungan tinggi kepada tasawuf. E. TRADISI PESANTREN Pesantren memiliki beragam tradisi. Tradisi tersebut dapat membentuk kemandirian seorang santri ataupun santriwati dalam kepribadiannya. Secara garis besar tradisi pesantren ialah: 1. Hidup dalam situasi kebersamaan kebersamaan yang dialami oleh santri di pondok menciptakan banyak nasihat, antara lain: a. Jiwa sosialis Santri ataupun santriwati berlatih sebisa mungkin untuk berusaha memprioritaskan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. b. Kasih sayang Santri ataupun santriwati mampu merasakan perasaan orang lain. Kasih sayang juga akan menjadikan para santri mencintai satu sama lain. Perasaan ini yang mengakibatkan persatuan diantara para santri menjadi berpengaruh. c. Persatuan Persatuan dapat diibaratkan pula dengan sapu. Jika cuma satu helai lidi digunakan untuk membersikan kotoran tidak akan mampu untuk menyelesaikannya. Beda dengan satu ikat sapu lidi, maka dengan mudah sekali membersikan kotoran yang ada. Oleh karena itu, santri yang biasa melaksanakan sesuatu dengan berjamaah maka dapat menuntaskan pekerjaan bareng . d. Membekas Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari hasil bareng akan lebih membekas dihati atau lebih terasa dari pada cuma dijalankan seorang diri. Hal ini yang menjadikan santri mempunyai ingatan yang besar lengan berkuasa sekali pun telah lepas dari pondok. e. Sikap sampaumur Suasana pondok menyebabkan santri ataupun santriwati akan berlatih selalu menjaga perasaan orang lain dan berlatih berani bertanggung jawab atas segala sesuatu yang mereka perbuat. f. Solidaritas Suasana kebersamaan di pondok pesantren melahirkan rasa solidaritas yang tinggi antar santri. Dengan demikian, bila ada santri yang mengalami kesedihan, maka santri yang lain ikut merasakannya. 2. Pengajian dasar Pengajian dasar dilaksanakan di rumah-rumah, di adu dan di masjid. Kegiatan ini diberikan secara sorogan, yaitu seorang santri atau santriwati mendatangi seorang guru yang mau membacakan beberapa baris Al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa arab dan menerjemahkannya. Pengajian dasar menjadikan seorang santri memiliki kedekatan dan ikatan emosional dengan kyainya. 3. Sistem ijazah pesantren mempunyai tradisi pertolongan ijazah namun bentuknya tidak seperti yang diketahui dalam tata cara modern. Ijazah versi pesantren berupa pecantuman nama dalam suatu alur. Alur ini merupakan rantai perpindahan wawasan yang dikeluarkan oleh guru kepada santri atau santriwatinya yang telah menuntaskan pelajaran wacana sebuah kitab tertentu. Dengan demikian santri atau santriwati tersebut dianggap menguasai dan mempunyai ’lisensi’ atau berhak untuk mengajarkanya terhadap orang lain. Tradisi ijazah ini cuma dikeluarakan untuk santri atau santriwati tingkat tinggi yang mengenal kitab-kitab besar. LATIHAN SOAL Setelah mempelajari bab Pesantren dan Penyiaran Agama Islam di Indonesia, jawablah dengan singkat dan jelas soal latihan berikut ini dengan kalimat kalian sendiri! 1. Bagaimana aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan di pesantren pada abad permulaan berdirinya? 2. Apa tujuan utama didirikannya pondok pesantren? 3. Bagaimana model/tipe pondok pesantren yang ada di Indonesia? Berikan pula contoh nama pesantren tersebut yang kalian ketahui! Jawaban bisa kalian susun dengan membaca kembali buku materi, diskusi bersama sobat, observasi di lapangan, atau mencari aksesori jawaban di Internet. RINGKASAN Pondok pesantren ialah bentuk model pembelajaran guna mempelajari ilmu agama Islam dengan cara mondok/ asrama. Pesantren di Indonesia diresmikan oleh walisongo. Pada mula berdirinya, aktivitas pesantren hanya diselenggarakan di dalam masjid. Namun sekarang pondok pesantren telah lebih maju dengan adanya pengajaran bahasa asing, pendidikan ketrampilan, sains dan teknologi, dan sebagainya, tetapi tujuannya tetaplah sama yaitu mencetak ulama atau andal agama. Santri di pesantren dapat dikelompokkan menjadi santri mukim dan santri kalong. Santri mukim ialah para santri yang tiba dari kawasan yang jauh sehingga dia tinggal dan menetap di pondok pesantren. Sedangkan santri kalong yakni para santri yang berasal dari kawasan sekitar pesantren sehingga mereka tidak membutuhkan tempat tinggal di pesantren. Beberapa komponen yang terdapat dalam suatu pondok pesantren antara lain: kyai dan ustadz, santri, pondok, masjid, madrasah atau sekolah, dan pengajian kitab-kitab kuning. Tradisi yang ada di pondok pesantren antara lain hidup dalam kebersamaan, pengajian dasar dan tata cara ijazah dalam penguasaan ilmu. Bentuk pengajaran di lingkungan pondok pesantren beraneka ragam mirip tata cara sorogan, sistem bandongan, sistem musyawarah (bahts al-Masa’il), tata cara pengajian pasaran, sistem hafalan (muhafadhah), tata cara demonstrasi/ praktek ibadah, sistem rihlah ilmiyah, sistem muhawarah atau muhadatsah, tata cara mudzakarah dan sistem riyadlah. Beragamnya bentuk pengajaran ini diubahsuaikan dengan pelajaran yang ada di pondok. Jenis pondok pesantren ada dua yakni pondok pesantren salaf/ tradisional dan pondok pesantren kalaf/ terbaru. Ilmu yang diajarkan pada pondok pesantren salaf terbatas pada pembahasan kitab kuning, namun pada pondok pesantren modern santri juga diajarkan ilmu sebagaimana di sekolah formal. Namun demikian, santri tidak cuma bertujuan mencari ilmu di pondok, namun juga untuk menerima barokah dari kyai. Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com
pop
Minggu, 22 November 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon