Sabtu, 28 November 2020

Firqah Dan Alasannya-Karena Timbulnya

A. LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN PENDAPAT Untuk mengetahui wahyu Tuhan (wahyu Allah), manusia dikaruniai akal. Meskipun demikian, setiap orang mempunyai kesanggupan yang berlawanan-beda dalam mengetahui sesuatu. Ada orang yang mempunyai kecerdasan yang lebih dari orang lain dan sebaliknya. Selain itu, sudut pandang dan perolehan dalil yang berlainan juga memengaruhi cara pandang seseorang dalam memahami sesuatu. Sebenarnya, perbedaan pendapat telah terjadi sejak zaman Nabi. Adanya perintah untuk bermusyawarah menunjukkan adanya perbedaan pertimbangan dimaksud. Begitu pula adanya perintah kembali kepada Allah dan Rasul-Nya kalau berselisih pendapat ialah bukti bahwa insan mampu saja berlawanan pendapat. Pada abad kekhalifahan Abu Bakar pun juga terjadi perbedaan pendapat. Usaha pengumpulan Al-Qur’an yang diusulkan oleh Umar bin Khathab pada awalnya ditolak oleh Abu Bakar dan Zaid  bin Tsabit adalah salah satu bukti adanya perbedaan usulan tersebut. Begitu pula abad-masa sesudahnya. Meskipun demikian, perbedaan- perbedaan pendapat yang dilatarbelakangi oleh wawasan dan ijtihad para sahabat tersebut tidak mengakibatkan perpecahan di antara umat Islam. Perpecahan umat Islam timbul alasannya situasi politik yang terjadi sebagaimana disebutkan pada bagian I. B. FIRQAH DAN SEBAB-SEBAB TIMBULNYA Secara bahasa, firqah artinya  kelompok,  kalangan,  atau sekte. Firqah-firqah ini lahir sebagai akhir suasana politik yang ada. Sebagaimana telah diterangkan pada bab I, bahwa sehabis terjadi tahkim Siffin, umat Islam terbagi menjadi beberapa sekte, ada kalangan jumhur, ada kalangan syi’ah (kalangan penunjang Ali), dan golongan khawarij (kalangan Ali yang keluar karena kecewa terhadap tahkim Siffin). Firqah Syi’ah dan Khawarij pun juga pecah menjadi kelompok- kelompok kecil. Setelah ketiga firqah itu muncul, bermunculan pula firqah-firqah lainnya. Berikut ini kami sebutkan beberapa firqah yang ada dan penjelasan singkat perihal ajarannya 1. Syi’ah Sekte Syi’ahadalahkelompokpembela Ali bin Abi Thalib. Sebenarnya, para pembela Ali bin Abi Thalib yakni para teman yang hanif (lurus). Mereka juga merupakan para sobat opsi. Akan namun, dalam perkembangannya, ada seseorang yang berjulukan Abdullah bin Saba’, ialah seorang Yahudi yang menyamar sebagai muslim dan berusaha mengajarkan untuk mengkultuskan Ali dan keturunannya. Di antara pengkultusan Ali ialah menyatakan bahwa Ali dan keturunannya (para imam) yakni maksum atau terbebas dari dosa. Yang berhak atas khilafah ialah Ali, sedangkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman telah merampas hak kekhilafahan itu dari Ali, dan masih banyak lagi. Syi’ah pun lalu terpecah menjadi berbagai macam. Ada Syi’ah Zaidiyah, Imamiyah, Itsna ‘Asyariyah, dan sebagainya. 2. Khawarij Golongan penunjang Ali yang kecewa kepada akal Ali untuk mau diajak tahkim. Golongan ini beropini bahwa keempat sobat mulia yang menerima tahkim, yakni: Ali, Mu’awiyah, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Amr bin Ash adalah kafir. Dasar mereka ialah QS Al- Maidah: 44: Artinya: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu ialah orang-orang yang kafir.”(QS Al-Maidah: 44) Selain itu, Khawarij beropini bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir dalam artian sudah keluar dari agama Islam atau murtad. Oleh sebab itu, mereka mesti dibunuh. 3. Murji’ah Kata murji’ah berasal dari kata arja’a, yurji’u yang artinya mengembalikan. Aliran ini diberi nama murji’ah alasannya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tetap ialah mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah akan mengampuni atau tidak mengampuninya. Kaprikornus, aturan orang yang berdosa besar dikembalikan kepada Allah, apakah terampuni ataukah tidak. 4. Mu’tazilah Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang artinya memisahkan diri. Aliran ini diresmikan oleh Washil bin bainal manzilatain (posisi di antara dua posisi). 5. Qadariyah Qadariyah berasal dari kata qadar yang artinya kesanggupan. Menurut qadariyah, insan mempunyai kesanggupan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dalam bahasa Inggris diketahui dengan istilah free will dan free act. 6. Jabbariyah Jabbariyah berasal dari kata jabbar yang artinya memaksa. Jabbariyah berpendapat bahwa insan tidak memiliki kemerdeka- an dalam hasratperbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya, menurut paham Jabbariyah, insan tidak mempunyai kebebasan dalam keinginandan perbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya, menurut paham Jabbariyah, bertindak dengan paksaan Tuhan. Paham inilah yang lalu disebut selaku paham predestination atau fatalism dalam bahasa Inggris. C. AHLUL ADLI WAT TAUHID DALAM MU’TAZILAH Golongan Mu’tazilah ini juga menamakan diri mereka sebagai ahlul ‘adli wat tauhid. Golongan ahlul ‘adli artinya kelompok yang mempertahankan keadilan Tuhan. Sedangkan kelompok ahlut tauhid artinya kelompok yang mempertahankan keesaan Tuhan. Ajaran Mu’tazilah yang pertama yaitu manzilah bainal manzilatain, posisi di antara dua posisi dalam arti posisi menengah. Menurut mereka, orang yang berdosa besar bukan disebut sebagai kafir sebagaimana pendapat orang Khawarij namun juga bukan mukmin sebagaimana dikatakan oleh Murji’ah. Orang yang berdosa besar berdasarkan mereka jika meninggal sebelum bertaubat akan baka di neraka. Hanya saja, siksaannya tidak seberat siksaan orang kafir. Ajaran Mu’tazilah yang kedua adalah Tuhan bersifat bijaksana dan adil. Dia tidak  mampu  berbuat  jahat  atau  zalim.  Tidak  mungkin Tuhan menghendaki manusia berbuat hal-hal yang berlawanan dengan perintah Tuhan. Kaprikornus, manusia sendirilah yang memilih perbuatannya. Ajaran Mu’tazilah yang ketiga yakni mengambil bentuk penghapusan sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa yang disebut selaku sifat Tuhan sesungguhnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud tersendiri di luar zat Tuhan namun sifat yang merupakan esensi Tuhan. Ajaran Mu’tazilah yang keempat adalah al-wa’du wal-wa’id yang artinya kesepakatan dan ancaman. Maksudnya, Tuhan prospektif nirwana terhadap orang mukmin dan bahaya neraka bagi orang kafir. Ajaran Mu’tazilah yang kelima yaitu amar ma’ruf nahi munkar, memerintah orang untuk berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat wajib dilakukan, jikalau perlu dengan kekerasan. D. METODE BERPIKIR ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah (tawasuth) di antara kalangan yang meningkat pada saat itu. Yaitu, golongan Jabbariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Kelompok Jabbariyah beropini bahwa tindakan manusia seluruhnya yaitu diciptakan oleh Allah. Manusia tidak memiliki andil sedikitpun dalam perbuatannya. Sebaliknya, kalangan Qadariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia mutlak diciptakan oleh insan itu sendiri sedangkan Allah tidak turut campur sama sekali kepada perbuatan insan tersebut. Asy’ariyah menengahi keduanya. Menurut Asy’ariyah, tindakan manusia adalah diciptakan oleh Allah, tetapi insan mempunyai bagian yang disebut kasb dalam perbuatannya. Dalam desain keadilan Tuhan pun Asy’ariyah berlainan dengan Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, Tuhan wajib memasukkan insan yang bagus ke dalam surga dan memasukkan orang jahat ke dalam neraka. Sedangkan Asy’ariyah beropini bahwa memasukkan insan ke dalam surga atau neraka yaitu hak Allah bukan keharusan Allah. Mu’tazilah menempatkan rasio di atas wahyu sedangkan Asy’ariyah menempatkan wahyu di atas rasio. Meskipun demikian, kerja-kerja rasio dihormati. Prinsip-prinsip Maturidiyah bahwasanya tidak jauh berbeda dengan Asy’ariyah. Hanya saja, Maturidiyah fiqihnya menggunakan madzhab Hanafi saja sedangkan Asy’ariyah menggunakan fikih madzhab Syafii dan Maliki. Asy’ariyah hanya menghadapi ideologi Mu’tazilah saja tetapi Maturidiyah menghadapi berbagai ideologi, ada Mu’tazilah, Mujassimah, Qaramithah, dan Jahamiyah. Selain itu Maturidiyah mesti menghadapi kelompok agama lain mirip Majusi, Kristen, dan Yahudi. Sikap tawasuth yang ditunjukkan oleh Maturidiyah yakni upaya pendamaian antara naqli dan aqli (nash dan nalar). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada dikala tidak ada nash (naql), sama juga salah bila kita larut tidak terkendali dalam memakai rasio (logika).  Menggunakan  logika sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab, nalar yang dimiliki oleh manusia juga pertolongan dari Allah. Karena itu, Al- Qur’an memerintahkan umat Islam untuk memakai logika dalam mengetahui cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan keadaan dan situasai masyarakat lokal. Baik Asyariyah maupun Maturidiyah menolak cara penyebaran aliran dengan kekerasaan dan pemaksaan sebagaimana yang dilaku- kan oleh Mu’tazilah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: Artinya: “Serulah (insan) terhadap jalan Tuhan-mu dengan pesan yang tersirat dan pelajaran yang bagus dan bantahlah mereka dengan cara yang bagus. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui ihwal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengenali orang-orang yang menerima petunjuk.” (QS an-Nahl: 125) Sesuai ayat di atas, amar ma’ruf nahi munkar itu harus dilakukan dengan budi dan bukan dengan kekerasan. Bahkan, dalam berdebat pun kita mesti dengan cara yang lebih baik daripada lawan bicara. E. LATIHAN SOAL Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini! 1. Apakah yang Anda pahami tentang firqah? 2. Bagaimanakah karena-alasannya adalah timbulnya berbagai firqah dalam agama Islam? 3. Firqah-firqah  di  bawah  ini  tergolong  firqah  yang berpengaruh. Kemukakanlah prinsip-prinsip ajarannaya! a. Syi’ah b. Khawarij c. Mu’tazilah d. Ahlussunnah Waljama’ah e. Qadariyah f. Jabbariyah 4. Sebutkan beberapa prinsip ajaran Mu’tazilah dan jelaskan secara ringkas! 5. Jelaskan prinsip-prinsip aliran Ahlussunnah Waljama’ah!
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com


EmoticonEmoticon