Sabtu, 28 November 2020

Makalah Ijtihad Perihal Sahabat Dan Kehujjahan Fatwanya

Makalah Ijtihad wacana Sahabat dan Kehujjahan Fatwanya
Oleh: Sufriyansyah

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Ijtihad tentang Sahabat dan Kehujjahan Fatwanya

Sumber-sumber aturan Islam ialah wahyu (al-Qur’an dan Sunnah). Materi aturan yang terdapat dalam sumber-sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu, sesudah berlalunya masa Tasyri’ (zaman kenabian dan hidupnya Rasulullah SAW), dalam penerapan aturan berikutnya diharapkan pikiran sehat atau ijtihad. Esensi pikiran sehat tersebut diisaratkan sendiri oleh Rasulullah dikala mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman. Sebelum mewakilkan Muadz, Rasulullah bertanya “bagaimana Muadz memecahkan problem yang hendak dihadapinya kelak” Muadz menjawab, bahwa beliau akan menyelesaikan problem dengan ketentuan al-Qur’an dan Sunnah Nabi, jika tidak ditemukan ketentuan aturan yang dimaksud, maka dia akan berusaha menyeslesaikan masalah tersebut dengan upaya akal sehat akalnya semaksimal mungkin (ajtahidu ra’yi.) Rasulullah lalu memuji balasan Muadz. Dalam al-Qur’an juga terdapat anjuran atau tuntunan untuk berijtihad, sebagaimana disebutkan ‘Fa’tabiruu yaa ulil abshaar’ [1] Ayat ini menawarkan potensi bagi seseorang untuk mampu menimbang-nimbang sekaligus mengambil pelajaran kepada sebuah peristiwa dengan melalui nalar asumsi yang sehat dan jernih. Secara lughah ijtihad mampu diartikan berupaya dengan betul-betul , menimbang, menimbang-nimbang.[2] Sejajar dengan ini, berdasarkan Harun Nasution kata ijtihad berasal dari kata al-Jahdu dan al-Juhda yang bermakna ‘daya upaya’ atau ‘usaha keras’ dengan demikian, ijtihad memiliki arti berusaha keras untuk mencapai atau menemukan sesuatu.[3]

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Ijtihad ihwal Sahabat dan Kehujjahan Fatwanya

A. Berdasarkan uraian di atas, pemahaman ijtihad secara lazim
Mencurahkan seluruh daya untuk meraih seluruh hukum yang diinginkan nash yang zhanni dalalahnya. mencurahkan daya fikir untuk hingga pada sebuah kesimpulan aturan dengan cara menerapkan kaidah-kaidah syari’at yang bersifat kully. mencurahkan daya fikir untuk sampai pada pada suatu kesimpulan hukum yang tidak ada nashnya dengan cara qiyas, istihsan, istishlah (mashalih al-mursalah) atau cara lain yang ialah fasilitas yang sudah diputuskan oleh syari’at dalam rangka menetapkan problem yang tidak ada nashnya.[4]

Rasulullah pernah bersabda terhadap Amr bin Ash ketika diperintahkan untuk menetapkan suatu urusan, “Lakukanlah ijtihad! Jika benar engkau menerima dua pahala, dan jika salah akan mendapat satu pahala” (khallaf, h. 54)

B. Peran dan bantuan Sahabat dalam berijtihad
Ulama-ulama kondang di kelompok sobat yang banyak memperlihatkan pemikiran-pemikiran kepada umat Islam antara lain:
  • Madinah : Khalifah al-Rasyidah (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali r.a), Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Umar, dan Aisyah r.a.
  • Mekkah : Abdullah bin Abbas
  • Kufah : Ali bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Mas’ud
  • Basrah : Anas bin Malik dan Abu Musa al-Asy’ari
  • Syam : Muadz bin Jabal dan Ubadah bin Shanit
  • Mesir : Abdullah bin Amr bin Ash [5]
C. Kehujjahan Fatwa Sahabat
Bahwa Ijma’ para sahabat nabi SAW oleh masyarakat Sunni dapat dipakai sebagai ketentuan hukum. Perbedaan pertimbangan diantara mereka hanya dalam soal ketetapan untuk mengikuti salah satu ajaran dari para teman dan mendahulukannya atas qiyas atau pemikiran-anutan yang lain yang bukan dari sobat. Dalam hal ini, sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa ucapan sobat tergolong dalil-dalil aturan dan menurut sifatnya wajib di ikuti.[6] ( Sobhi Mahmassani, 152) Pendapat ini berdasarkan dua argumentasi: pertama, bahwa para sobat ialah orang-orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW, sehingga lebih mengenali dan lebih menjiwai maksud dan keterangan Sunnah dari nabi SAW. Demikian juga dengan karena-alasannya adalah turunnya wahyu al-Qur’an beserta nash dan penafsirannya. Kedua, tentang diri para sahabat, nabi SAW sendiri sudah menunjukkan jaminannya. Dalam sebuah hadis di sebutkan, “Sahabatku laksana bintang-bintang, kepada siapa kau mengikutinya kamu akan mendapat petunjuk”.

Akan tetapi pertimbangan tersebut tidak disetujui oleh mazhab lainnya, begitu juga dengan al-Kurkhi dari mazhab Hanafi sendiri. Menurut mereka ucapan para sobat tidak boleh dijadikan dalil aturan dan tidak pula wajib taqlid padanya. Sedangkan hadis nabi SAW yang dijadikan pegangan oleh usulan yang pertama, mereka katakan bahwa hadis tersebut sama sekali tidak memberi pengertian itba’ dan masuk klasifikasi hadis yang sanadnya dha’if.[7]

Ternyata diketahui bahwa mereka (teman-sobat Nabi) adalah generasi paling hebat dalam menawarkan penjelasan melalui jiwa dan semangat Islam.[8] Mereka adalah orang-orang yang memilki cakrawala pedoman yang luas dan mendalam tentang hukum-aturan Islam yang dibuat tanpa menyusahkan, meski tetap berpijak pada dasar-dasar yang ada.[9]

Sebagai teladan contohnya, ketika Umar bin Khattab, Muadz dan Ali r.a, menolak memperlihatkan bagian 4/5 jatah tanah rampasan perang (ghanimah) untuk para pejuang yang menaklukkan lawan. Sementara dalam firman Allah disebutkan:

Ketahuilah, bergotong-royong apa saja yang dapat kamu dapatkan selaku rampasan perang, maka sebenarnya seperlima untuk Allah, Rasul, saudara Rasul, belum dewasa yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil,” [10]

Umar beropini bahwa tanah tersebut mesti diwakafkan untuk generasi muslim yang mau datang biar bisa dirasakan dan dimanfaatkan di kala yang akan datang. Begitu juga perilaku Usman yang memperlihatkan pemberian kepada unta-unta yang kehilangan arah dan kemudian diumukan kepada penduduk . Dalam sabda Nabi SAW, “Unta yang tersesat hendaknya dibiarkan saja”. Pada kala Abu Bakar dan Umar, unta-unta yang tersesat dibiarkan saja berkeliaran sampai ditemukan oleh pemiliknya, tetapi pada masa Usman, kondisi masyarakat telah banyak berubah, mereka mau membantu dan memelihara unta-unta yang hilang atau kehilangan arah, Usman melihat, “yaitu lebih baik memberikan pertolongan terhadap hewan-hewan tersebut.” [11] lihat segera catatan kaki pada makalah Ijtihad


EmoticonEmoticon