BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pesantren: Karakteristik dan Unsur-Unsur Kelembagaan
Pesantren ialah forum pendidikan yang memiliki sejarah panjang dan unik. Secara historis, pesantren tergolong pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai kini. Berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang timbul kemudian, pesantren telah sungguh berjasa dalam mencetak kader -kader ulama, dan lalu berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu wawasan. Namun, dalam kemajuan pesantren sudah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan identitas kalau nilai-nilai tradisonalnya tidak dilestarikan.
Karena keunikannya itu maka pesantren hadir dalam aneka macam suasana dan kondisi dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini, meskipun dalam keadaan yang sungguh sederhana dan karekteristik yang bermacam-macam, tidak pernah mati. Demikian pula semua unsur yang ada didalamnya mirip kyai atau ustad serta para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelancaran pesantren.tentu saja ini tidak dapat diukur dengan standart system pendidikan modren dimana tenaga pengajarnya dibayar, alasannya adalah jerih payahnya, dalam bayaran dalam bentuk material[1].
Disini pemakalah akan memaparkan sedikit bahwasanya apa saja yang menjadi karakteristik pesantren tersebut serta bagai mana bantu-membantu unsur – bagian kelambagaan yang ada didalam pesantren tersebut. Untuk mengetahuui karakteristik pesantren tersebut , maka mampu dilacak dari berbagai sisi yang mencakup dari keseluruhan system pendidikan yakni materi pelajaran dan tata cara pengajaran, perinsip – perinsip pendidikan, fasilitas (unsure – unsure ) tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta relasi keduanya.
A. Karakteristik Pesantren
Tradisi pesantren ialah krangka system pendidikan Islam tradisonal di jawa dan Madura, yang dalam perjalan sejarahnya telah menjadi obyek peneliti para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia,.beberapa kumpulan karangan tentang pesantren yang ditulis oleh sekelompok intelektual Islam Indonesia turut membantu menambah pengetahuan kita ihwal pesantren. Tetapi karangan – karangan ini belum membicarakan pesantren dalam kaitannya secara luas dengan struktur social, keagamaan, dan politik dari masyarakat Islam di pedesaan di Jawa. Peranan kunci pesantren dalam penyebaran Islam dan dalam pemantapan ketaatan masyarakat kepada Islam di Jawa telah dibahas oleh Dr. Soebardi dan Prof, Johns.
Lembaga – forum pesantren itulah yang paling menentukan watak keIslaman dari kerajaan – kerajaan Islam, dan memegang peranan paling penting bagi penyebaran Islam hingga ke pelosok – pelosok. Dari lembaga – lembaga pesantren itulah asal – usul sejumlah manuskrip perihal pengajaran Islam di Asia Tenggara, yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan oleh pengembara – pengembara pertama dari perusahan – perusahan dagang Belanda dan Inggris semenjak final masa ke -16. untuk mampu betul – betul mengetahui sejarah Islamisasi di kawasan ini , kita mesti mulai mempelajari forum – forum pesantren tersebut, karena forum – lembaga inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di kawasan Indonesia[2].
Sebuah pesantren biasanya di kerjakan oleh seorang kyai yang dibantu oleh sejumlah santri senior atau anggota keluarga lainnya. Pesantren yakni bagian penting kehidupan kyai karena ia ialah kawasan dimana dia mengembangkan pedoman dan pengaruhnya melalui pengajaran[3]. Karakteristik pemimpin di pondok pesatren yang mempunyai sejumlah sifat – sifat yang secara konsisten melekat terhadap pemimpin pendidikan yang efisien. Sifat-sifat ini antara lain, rasa tanggung jawab, perhatian menyelesaikan tugas, enerjik, tepat, berani mengambil resiko, orisinal, percaya diri, cekatan menertibkan stres, bisa mensugesti dan bisa mengkordinasikan usaha pada pihak lain dalam rangka mencapai tujuan forum[4].
Guru atau ustadz ialah unsur yang sangat penting dan menentukan dalam proses pendidikan islam. Menurut Abdullah Syafi’ie guru bukan hanya mentreansfer ilmu, namun juga pembentuk budbahasa, huruf dan kepribadian anak bimbing. Selain itu, untuk mampu meraih tujuan pendidikan di perguruannya, menurutnya, sungguh dibutuhkan guru- guru yang berpaham agama “ ahl al-sunnah wa al- jama’ah” berakidah yang jelas, berilmu serta senantiasa meningkatkan ilmunya, mempunyai jiwa yang ikhlas, dan bersikap bijak[5].
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata pelajaran iyalah kitab – kitab dalam bahasa Arab. Pelajaran yang dikaji di pesantren ialah al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, aqa’id dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, hadis dengan mustnalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’, dan urudh, tarikh, mantiq dan tasawuf. Kitab yang di kaji di pesantren pada umumnya kitab – kitab yang di tulis dalam abad pertengahan, ialah antara abad ke -12 sampai dengan masa ke – 15 atau umum disebut dengan kitab kuning[6].
Adapun tata cara yang umum yang digunakan dalam pendidikan pesantren adalah, sorongan, wetonan, dan hapalan. Sorongan ialah sistem perorangan dalam metode pendidikan Islam tradisonal. Yang di berikan dalam pengkajian kepada murid – murid yang sudah menguasaai pembacaan Qur’an. Kemudian tata cara utama yang di gunakan dalam pengajaran pesantren ialah tata cara bandongan atau yang kadang-kadang di sebut dengan sistem weton. Dalam tata cara ini sekelompok murid ( antara 5 samapi 500 ) menyimak seorang guru yang membaca, menerjemahkan, pertanda dan kadang kala mengulas buku – buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid mengamati bukunya sendiri dan membuat catatan – catatan ( baik arti maupun keterangan ) perihal kata – kata atau buah asumsi yang merepotkan. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut dengan haloqah mencar ilmu di bawah panduan seorang guru[7].
Metode hapalan adalah sebuah sistem dimana santri menghapal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Biasanya cara menghapal ini di ajarkan dalam bentuk syair atau nazham. Dengan cara ini mempermudah santri untuk menghapal, baik dikala berguru maupun di saat berada di luar jam berguru. Kebiasaan menghapal, dalam sistem pendidikan pesantren, ialah tradisi yang sudah berjalan semenjak awal berdirinya. Hapalan tidak hanya terbatas pada ayat – ayat al – Qur’an dan hadis ataupun nazham namun juga isi atau teks kitab tertentu[8]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro dalam buku manajeman pondok pesantren menyampaikan ada beberapa krakteristik pesantren yang fundamental antara lain :
Dalam konteks ilmu wawasan,Abdullah Syafi’ie menatap semua ilmu baik dipelajari baik ilmu agama, maupun ilmu biasa mirip ilmu kedokteran. Oleh sebab itu, dengan kaitan dengan materi pendidikan Islam, dia menyaksikan bahwa kandungan pendidikan Islam meliputi disiplin yang luas atau mencakup disiplin ilmu agama maupun ilmu lazim[10]. Dalam kaitannya dengan respon keilmuan pesantren kepada dinamika modernitas, setidaknya terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan. Keduanya merupakan upaya cultural keilmuan pesantren, sehingga paradigma keilmuannya tetap mendapatkan relevansinya dengan pertumbuhan kekinian.
Pertama keilmuan pesantren muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelancaran peradaban insan di dunia. Dengan lain perumpamaan keilmuan pesanteren pada kenyatannya harus dilihat selaku produk sejarah yang hasilnya tidak terlepas dari hukum sejarah.
Kedua, alasannya adalah pesantern dipandang sebagai forum pendidikan, maka kurikulum pengajarannya setidaknya memiliki orientasi terhadap dinamika kekiniaan. Maksudnya yakni keilmuan pesanteren juga penting mengadopsi metode yang dikembangakn ilmu – ilmu social[11].
Di dalam pesantren memiliki tujuan pendidikan yang membuat dan menyebarkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan, berakhlak mulia, bemamfaat bagi penduduk dengan jalan menjadi kawula atau abdi penduduk , sebagai pramusaji masyarakat sebagai mana kepribadian Nabi Muhammad ( mengikut sunnah Nabi), maupun berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, membuatkan agama atau menegakkan Islam dan dalam kejayaan umat Islam di tengah – tengah penduduk ( ‘izzul Islami wal muslimin ), dan mencari ilmu dalam rangka menyebarkan kepribadian Indonesia[12].
B. Unsur – Unsur kelembagaan Pesantren
Apa sesungguhnya tolok ukur – persyaratan pokok suatu lembaga pendidikan baru mampu di golongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu di lihat bila telah memadai bagian – komponen pokok pesantren. Elemen-komponen pokok atau unsur – bagian pesantren itu yakni :
1. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya yaitu sebuah asrama pendidikan Islam tradisonal di mana para siswanya tinggal bersama dan berguru di bawah panduan seorang ( atau lebih ) guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada didalam lingkungan kompleks pesantren di mana kyai berdomisili yang juga menawarkan suatu masjid untuk beribadah, ruang untuk berguru dan aktivitas – aktivitas keagamaan yang lain.komplek pesantren ini biasanya di kelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakannya dengan tata cara pendidikan tradisonal di masjid – masjid yang meningkat yang berkebanyakan daerah Islam di negara – negara lain.di jawa besarnya pondok tergantung dari jumlah santri. Pesantren besar yang memiliki santri lebih dari 3000 orang ada yang mempunyai gedung bertingkat tiga yang dibuat dari tembok, semuanya ini biasanya dibiayai dari para santri dan pemberian penduduk .
Ada tiga alasan utama kenapa pesantren mesti mempunyai asrama bagi para santri. Pertama, kemasyuran seorang kyai dan kedalaman ilmu wawasan tentang Islam menarik santri – santri dari jauh. Kedua hampir semua pesantren berada di desa – desa dimana tidak tersedia perumahan ( akomodasi ) yang cukup untuk dapat memuat santri – santri, dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara santri dan kyai, di mana para santri menganggap kyainya seolah – olah selaku bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan tuhan yang harus senantiasa dilindungi[13].
2. Masjid
Kata masjid merupakan bentuk isim makan ( informasi kawasan ), berasal dari kata sajada – yasjudu yang artinya daerah uantuk bersujud atau daerah orang beribadah[14].Secara harfiah masjid diartikan selaku tempat duduk atau setiap kawasan yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga memiliki arti daerah sholat berjamaah atau daerah sholat untuk lazim ( orang banyak ).[15] Masjid diartikan juga yaitu daerah sujud alasannya daerah ini setidak – tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan shalat. Fungsi masjid tidak saja cuma untuk shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain mirip pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasullullah masjid berfungsi sebagai tempat ibadah dan urusan – urusan kemasyarakatan serta pendidikan[16].
Atau dengan perkataan lain Masjid adalah yang didirikan oleh sekelompok muslim atau individu untuk menyanggupi kebutuhan suatu lokasi atau kalangan tertentu. Tidak memerlukan ijin dari pemerintah, perawatan masjid dan gaji guru dari waqaf dan sedekah. Masjid mampu menentukan guru serta arah kegiatannya ditentukan sendiri[17]. Suatu pesantren mutlak mesti mempunyai masjid, karena disitulah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antara kyai dan santri. Masjid selaku pusat pendidikan Islam sudah berlangsuing semenjak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafa al – Rasyidin, dinasti bani Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah dan dinasti - dinasti lain. Tradisi itu tetap di pegang oleh para kyai pemimpin pesantren untuk mengakibatkan masjid sebagai sentra pendidikan[18].
3. Santri
Menurut pemahaman yang digunakan dalam lingkungan orang – orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai kalau mana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk memepelajari kitab – kitab Islam klasik. Oleh alasannya itu, santri ialah bagian paling penting dalam sebuah forum pesantren. Walaupun demikian berdasarkan tradisi pesantren, terdapat dua golongan santri yakni:
Santri mukim yakni murid – murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam golongan pesantren. Santri mukim yang paling usang tinggal di pesantren tersebut merupakan lazimnya kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari – hari. Mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri – santri muda wacana kitab – kitab dasar dan menengah.
Santri kalong adalah murid – murid yang berasal dari desa – desa di sekitarpesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak – balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar suatu pesantren, akan semakain besar jumlah santri mukimnya.
Ada beberapa argumentasi seorang santri pergi dan menetap di sebuah pesantren diantara lain adalah :
Kitab kuning kebanyakan diketahui selaku kitab – kitab keagamaan berbahasa Arab, memakai abjad Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau terutama yang berasal dari timur Tengah. Kitab kuning memiliki format yang khas, dan warna kertas “kekuning kuningan”. Selain ulama dari timur Tengah dan ada juga kitab kuning ini di tulis oleh ulama Indonesia sendiri[21].
Pada jaman dulu, pengajaran kitab - kitab Islam klasik, khususnya karangan – karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah, merupakan satu – satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik para calon ulama. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek ( misalnya kurang dari satu tahun ) dan tidak bercita – cita menjadi ulama,mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan[22].
Menurut Azyumardi Azra susah untuk melacak kapan waktu persis mulai terjadinya penyebaran dan demikian pembentukan permulaan tradisi kitab kuning di Indonesia. Historiografi dan banyak sekali catatan baik local maupun abnormal wacana penyebaran Islam di Indonesia, tidak menyebutkan judul – judul kitab yang dipakai di dalam kala – periode permulaan perkembangan Islam di kawasan ini[23].
4. Kyai
Sudah menjadi kebiasaan biasa ( diseluruh dunia Islam ) bagi seorang ulama terkenal untuk melakukan suatu lembaga pendidikan agama. Di Arab Saudi, dan juga di Iran, madrasah ialah forum seperti itu. Sedangkan di Indonesia, forum ini secara tradisonal disebut pesantren. Pesantren yaitu system pembelajaran di mana para murid ( santri ), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang ulama ( kyai ) yang lazimnya mempunyai beberapa wawasan khusus[24].
Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sungguh esensial bagi suatu pesantren. Rata- rata pesantren yang meningkat di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sungguh berpengaruh, kharismatik, dan berwibawa, sehingga amat disegani oleh masyarakat di lingkunagn pesantren. Disamping itu , kyai pondok pesantren biasanya juga sekaligus selaku aktivis dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh akhirnya, sangat masuk akal kalau dalam pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung peran seorang kyai[25]. Menurut asal – usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa digunakan untuk tiga jenis gelar yang saling berlainan adalah:
-------------------------
[1] Abudin Nata Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Grafindo persada..2001).P100-1002
[2] Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren studi Tentang Pandangan Hidup Kyai..(Jakarta:LP3S.1994).P17-18
[3] Endang Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan.. (Yogyakarta: LkiS. 2003.P.35
[4]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro.. Manajeman Pondok Pesantren. (Jakarta: Dina Pustaka.2004). P 32
[5]. Hasbi Indra. Pesantren Dan Tranformasi Sosial : Studi Atas Pemikiran Kh.Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam.( Jakarta : Penamadani .2005) P 191-192
[6]. Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.1987). P. 44
[7]. Dhoifer P 28
[8]. Abudin Nata P.108
[9]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro. P 93-94
[10]. Hasbi Indra. P.175
[11]. HM..Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren.(Jakarta: IRD Press. 2004). P.78-79
[12]. Abudin Nata P.116.
[13]. Dhoifer P.44-47.
[14]. Kamus Munjid fi al – luhgah wa al – I’lam. ( Beirut : Maktabah Syarqiyyah,.1986).P.32.
[15]. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.( Jakarta : Rajawali Pres. 1999). P.132
[16]. Haidar Putra Daulay.Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. ( Bandung : Cita Pustaka Media.2001). P.70.
[17]. Hasan Asari.Menikap zaman Keemasan Islam. ( Bandung : Cita Pustaka Media, 2007) P 47.
[18]. Haidar Putra Daulay. P 70 – 71.
[19]. Dhoifer P.51- 52.
[20]. Haidar Putra Daulay. P. 71.
[21]. Azrumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru .(Jakarta : Logos.199 ). P.111.
[22]. Dhoifer. P. 50.
[23]. Azyumardi Azra. P. 112.
[24]. Endang Turmudi.P.28.
[25]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 28.
[26]. Dhoifer. P.55.
[27]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 29
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.comKarena keunikannya itu maka pesantren hadir dalam aneka macam suasana dan kondisi dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini, meskipun dalam keadaan yang sungguh sederhana dan karekteristik yang bermacam-macam, tidak pernah mati. Demikian pula semua unsur yang ada didalamnya mirip kyai atau ustad serta para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelancaran pesantren.tentu saja ini tidak dapat diukur dengan standart system pendidikan modren dimana tenaga pengajarnya dibayar, alasannya adalah jerih payahnya, dalam bayaran dalam bentuk material[1].
Disini pemakalah akan memaparkan sedikit bahwasanya apa saja yang menjadi karakteristik pesantren tersebut serta bagai mana bantu-membantu unsur – bagian kelambagaan yang ada didalam pesantren tersebut. Untuk mengetahuui karakteristik pesantren tersebut , maka mampu dilacak dari berbagai sisi yang mencakup dari keseluruhan system pendidikan yakni materi pelajaran dan tata cara pengajaran, perinsip – perinsip pendidikan, fasilitas (unsure – unsure ) tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta relasi keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pesantren: Karakteristik dan Unsur-Unsur Kelembagaan
A. Karakteristik Pesantren
Tradisi pesantren ialah krangka system pendidikan Islam tradisonal di jawa dan Madura, yang dalam perjalan sejarahnya telah menjadi obyek peneliti para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia,.beberapa kumpulan karangan tentang pesantren yang ditulis oleh sekelompok intelektual Islam Indonesia turut membantu menambah pengetahuan kita ihwal pesantren. Tetapi karangan – karangan ini belum membicarakan pesantren dalam kaitannya secara luas dengan struktur social, keagamaan, dan politik dari masyarakat Islam di pedesaan di Jawa. Peranan kunci pesantren dalam penyebaran Islam dan dalam pemantapan ketaatan masyarakat kepada Islam di Jawa telah dibahas oleh Dr. Soebardi dan Prof, Johns.
Lembaga – forum pesantren itulah yang paling menentukan watak keIslaman dari kerajaan – kerajaan Islam, dan memegang peranan paling penting bagi penyebaran Islam hingga ke pelosok – pelosok. Dari lembaga – lembaga pesantren itulah asal – usul sejumlah manuskrip perihal pengajaran Islam di Asia Tenggara, yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan oleh pengembara – pengembara pertama dari perusahan – perusahan dagang Belanda dan Inggris semenjak final masa ke -16. untuk mampu betul – betul mengetahui sejarah Islamisasi di kawasan ini , kita mesti mulai mempelajari forum – forum pesantren tersebut, karena forum – lembaga inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di kawasan Indonesia[2].
Sebuah pesantren biasanya di kerjakan oleh seorang kyai yang dibantu oleh sejumlah santri senior atau anggota keluarga lainnya. Pesantren yakni bagian penting kehidupan kyai karena ia ialah kawasan dimana dia mengembangkan pedoman dan pengaruhnya melalui pengajaran[3]. Karakteristik pemimpin di pondok pesatren yang mempunyai sejumlah sifat – sifat yang secara konsisten melekat terhadap pemimpin pendidikan yang efisien. Sifat-sifat ini antara lain, rasa tanggung jawab, perhatian menyelesaikan tugas, enerjik, tepat, berani mengambil resiko, orisinal, percaya diri, cekatan menertibkan stres, bisa mensugesti dan bisa mengkordinasikan usaha pada pihak lain dalam rangka mencapai tujuan forum[4].
Guru atau ustadz ialah unsur yang sangat penting dan menentukan dalam proses pendidikan islam. Menurut Abdullah Syafi’ie guru bukan hanya mentreansfer ilmu, namun juga pembentuk budbahasa, huruf dan kepribadian anak bimbing. Selain itu, untuk mampu meraih tujuan pendidikan di perguruannya, menurutnya, sungguh dibutuhkan guru- guru yang berpaham agama “ ahl al-sunnah wa al- jama’ah” berakidah yang jelas, berilmu serta senantiasa meningkatkan ilmunya, mempunyai jiwa yang ikhlas, dan bersikap bijak[5].
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata pelajaran iyalah kitab – kitab dalam bahasa Arab. Pelajaran yang dikaji di pesantren ialah al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, aqa’id dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, hadis dengan mustnalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’, dan urudh, tarikh, mantiq dan tasawuf. Kitab yang di kaji di pesantren pada umumnya kitab – kitab yang di tulis dalam abad pertengahan, ialah antara abad ke -12 sampai dengan masa ke – 15 atau umum disebut dengan kitab kuning[6].
Adapun tata cara yang umum yang digunakan dalam pendidikan pesantren adalah, sorongan, wetonan, dan hapalan. Sorongan ialah sistem perorangan dalam metode pendidikan Islam tradisonal. Yang di berikan dalam pengkajian kepada murid – murid yang sudah menguasaai pembacaan Qur’an. Kemudian tata cara utama yang di gunakan dalam pengajaran pesantren ialah tata cara bandongan atau yang kadang-kadang di sebut dengan sistem weton. Dalam tata cara ini sekelompok murid ( antara 5 samapi 500 ) menyimak seorang guru yang membaca, menerjemahkan, pertanda dan kadang kala mengulas buku – buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid mengamati bukunya sendiri dan membuat catatan – catatan ( baik arti maupun keterangan ) perihal kata – kata atau buah asumsi yang merepotkan. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut dengan haloqah mencar ilmu di bawah panduan seorang guru[7].
Metode hapalan adalah sebuah sistem dimana santri menghapal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Biasanya cara menghapal ini di ajarkan dalam bentuk syair atau nazham. Dengan cara ini mempermudah santri untuk menghapal, baik dikala berguru maupun di saat berada di luar jam berguru. Kebiasaan menghapal, dalam sistem pendidikan pesantren, ialah tradisi yang sudah berjalan semenjak awal berdirinya. Hapalan tidak hanya terbatas pada ayat – ayat al – Qur’an dan hadis ataupun nazham namun juga isi atau teks kitab tertentu[8]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro dalam buku manajeman pondok pesantren menyampaikan ada beberapa krakteristik pesantren yang fundamental antara lain :
- Adanya kekerabatan yang akrab antara santri dan kyai. Kyai sangat memperhatikan santrinya. Hal ini memungkinkan alasannya adalah mereka sama – sama tinggal dalam suatu komplek dan sering bertemu baik di saat berguru maupun dalam pergaulan sehari – hari.
- Kepatuhan santri kepada kyai. Para santri menilai bahwa menentang kyai selain tidak sopan juga tidak boleh agama. Bahkan tidak menemukan barkah karena durhaka kepada guru.
- Hidup irit dan sederhana benar – benar mewujudkan dalam lingkungan pesantren hidup mewah hampir tidak ditemukan disana.
- Kemandirian amat terasa di pesantren. Para santri mencuci busana sendiri, membersihkan kamar tidurnya sendiri dan mengolah masakan sendiri.
- Jiwa tolong menolog dan situasi persaudaraan ( ukhwah Islamiyah ) sungguh mewarnai pergaulan di pesantren, ini disebabkan selain kehidupan yang merata di golongan santri juga alasannya adalah mereka harus melakukan pekerjaan – pekerjaan yang sama, seperti shalat berjama’ah, membersihkan masjid, dan ruang berguru bersama.
- Disiplin sungguh disarankan. Untuk menjaga kedisiplinan ini, pesantren lazimnya memperlihatkan hukuman – sanksi edukatif.
- Keprihatinan untuk mencapai tujuan yang mulia. Hal ini selaku balasan kebiasaan puasa sunat, zikir, dan I’tikaf. Shalat tahadjud dan bentuk – bentuk riyadhoh yang lain tau meneladani kyai yang menonjolkan sikap zuhud.
- Pemberian ijazah. Yaitu pencantuman nama dan satu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri – santri yang berprestasi.
Dalam konteks ilmu wawasan,Abdullah Syafi’ie menatap semua ilmu baik dipelajari baik ilmu agama, maupun ilmu biasa mirip ilmu kedokteran. Oleh sebab itu, dengan kaitan dengan materi pendidikan Islam, dia menyaksikan bahwa kandungan pendidikan Islam meliputi disiplin yang luas atau mencakup disiplin ilmu agama maupun ilmu lazim[10]. Dalam kaitannya dengan respon keilmuan pesantren kepada dinamika modernitas, setidaknya terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan. Keduanya merupakan upaya cultural keilmuan pesantren, sehingga paradigma keilmuannya tetap mendapatkan relevansinya dengan pertumbuhan kekinian.
Pertama keilmuan pesantren muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelancaran peradaban insan di dunia. Dengan lain perumpamaan keilmuan pesanteren pada kenyatannya harus dilihat selaku produk sejarah yang hasilnya tidak terlepas dari hukum sejarah.
Kedua, alasannya adalah pesantern dipandang sebagai forum pendidikan, maka kurikulum pengajarannya setidaknya memiliki orientasi terhadap dinamika kekiniaan. Maksudnya yakni keilmuan pesanteren juga penting mengadopsi metode yang dikembangakn ilmu – ilmu social[11].
Di dalam pesantren memiliki tujuan pendidikan yang membuat dan menyebarkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan, berakhlak mulia, bemamfaat bagi penduduk dengan jalan menjadi kawula atau abdi penduduk , sebagai pramusaji masyarakat sebagai mana kepribadian Nabi Muhammad ( mengikut sunnah Nabi), maupun berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, membuatkan agama atau menegakkan Islam dan dalam kejayaan umat Islam di tengah – tengah penduduk ( ‘izzul Islami wal muslimin ), dan mencari ilmu dalam rangka menyebarkan kepribadian Indonesia[12].
B. Unsur – Unsur kelembagaan Pesantren
Apa sesungguhnya tolok ukur – persyaratan pokok suatu lembaga pendidikan baru mampu di golongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu di lihat bila telah memadai bagian – komponen pokok pesantren. Elemen-komponen pokok atau unsur – bagian pesantren itu yakni :
1. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya yaitu sebuah asrama pendidikan Islam tradisonal di mana para siswanya tinggal bersama dan berguru di bawah panduan seorang ( atau lebih ) guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada didalam lingkungan kompleks pesantren di mana kyai berdomisili yang juga menawarkan suatu masjid untuk beribadah, ruang untuk berguru dan aktivitas – aktivitas keagamaan yang lain.komplek pesantren ini biasanya di kelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakannya dengan tata cara pendidikan tradisonal di masjid – masjid yang meningkat yang berkebanyakan daerah Islam di negara – negara lain.di jawa besarnya pondok tergantung dari jumlah santri. Pesantren besar yang memiliki santri lebih dari 3000 orang ada yang mempunyai gedung bertingkat tiga yang dibuat dari tembok, semuanya ini biasanya dibiayai dari para santri dan pemberian penduduk .
Ada tiga alasan utama kenapa pesantren mesti mempunyai asrama bagi para santri. Pertama, kemasyuran seorang kyai dan kedalaman ilmu wawasan tentang Islam menarik santri – santri dari jauh. Kedua hampir semua pesantren berada di desa – desa dimana tidak tersedia perumahan ( akomodasi ) yang cukup untuk dapat memuat santri – santri, dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara santri dan kyai, di mana para santri menganggap kyainya seolah – olah selaku bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan tuhan yang harus senantiasa dilindungi[13].
2. Masjid
Kata masjid merupakan bentuk isim makan ( informasi kawasan ), berasal dari kata sajada – yasjudu yang artinya daerah uantuk bersujud atau daerah orang beribadah[14].Secara harfiah masjid diartikan selaku tempat duduk atau setiap kawasan yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga memiliki arti daerah sholat berjamaah atau daerah sholat untuk lazim ( orang banyak ).[15] Masjid diartikan juga yaitu daerah sujud alasannya daerah ini setidak – tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan shalat. Fungsi masjid tidak saja cuma untuk shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain mirip pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasullullah masjid berfungsi sebagai tempat ibadah dan urusan – urusan kemasyarakatan serta pendidikan[16].
Atau dengan perkataan lain Masjid adalah yang didirikan oleh sekelompok muslim atau individu untuk menyanggupi kebutuhan suatu lokasi atau kalangan tertentu. Tidak memerlukan ijin dari pemerintah, perawatan masjid dan gaji guru dari waqaf dan sedekah. Masjid mampu menentukan guru serta arah kegiatannya ditentukan sendiri[17]. Suatu pesantren mutlak mesti mempunyai masjid, karena disitulah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antara kyai dan santri. Masjid selaku pusat pendidikan Islam sudah berlangsuing semenjak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafa al – Rasyidin, dinasti bani Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah dan dinasti - dinasti lain. Tradisi itu tetap di pegang oleh para kyai pemimpin pesantren untuk mengakibatkan masjid sebagai sentra pendidikan[18].
3. Santri
Menurut pemahaman yang digunakan dalam lingkungan orang – orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai kalau mana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk memepelajari kitab – kitab Islam klasik. Oleh alasannya itu, santri ialah bagian paling penting dalam sebuah forum pesantren. Walaupun demikian berdasarkan tradisi pesantren, terdapat dua golongan santri yakni:
Santri mukim yakni murid – murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam golongan pesantren. Santri mukim yang paling usang tinggal di pesantren tersebut merupakan lazimnya kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari – hari. Mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri – santri muda wacana kitab – kitab dasar dan menengah.
Santri kalong adalah murid – murid yang berasal dari desa – desa di sekitarpesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak – balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar suatu pesantren, akan semakain besar jumlah santri mukimnya.
Ada beberapa argumentasi seorang santri pergi dan menetap di sebuah pesantren diantara lain adalah :
- Ia ingin mempelajari kitab – kitab lain yang membahas Islam secara mendalam dibawah panduan kyai yang memimpin pesantren tersebut.
- Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren – pesantren yang terkenal.
- Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh keharusan sehari – sehari di rumah keluarganya. Disamping itu dengan tinggal di sebuah pesantren yang sangat jauh letaknya dan rumahnya sendiri ia tidak gampang pulang balik meskipun kadang – kadang mengiginkannya[19].
- Pengajar kitab – kitab Islam Klasik.
Kitab kuning kebanyakan diketahui selaku kitab – kitab keagamaan berbahasa Arab, memakai abjad Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau terutama yang berasal dari timur Tengah. Kitab kuning memiliki format yang khas, dan warna kertas “kekuning kuningan”. Selain ulama dari timur Tengah dan ada juga kitab kuning ini di tulis oleh ulama Indonesia sendiri[21].
Pada jaman dulu, pengajaran kitab - kitab Islam klasik, khususnya karangan – karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah, merupakan satu – satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik para calon ulama. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek ( misalnya kurang dari satu tahun ) dan tidak bercita – cita menjadi ulama,mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan[22].
Menurut Azyumardi Azra susah untuk melacak kapan waktu persis mulai terjadinya penyebaran dan demikian pembentukan permulaan tradisi kitab kuning di Indonesia. Historiografi dan banyak sekali catatan baik local maupun abnormal wacana penyebaran Islam di Indonesia, tidak menyebutkan judul – judul kitab yang dipakai di dalam kala – periode permulaan perkembangan Islam di kawasan ini[23].
4. Kyai
Sudah menjadi kebiasaan biasa ( diseluruh dunia Islam ) bagi seorang ulama terkenal untuk melakukan suatu lembaga pendidikan agama. Di Arab Saudi, dan juga di Iran, madrasah ialah forum seperti itu. Sedangkan di Indonesia, forum ini secara tradisonal disebut pesantren. Pesantren yaitu system pembelajaran di mana para murid ( santri ), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang ulama ( kyai ) yang lazimnya mempunyai beberapa wawasan khusus[24].
Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sungguh esensial bagi suatu pesantren. Rata- rata pesantren yang meningkat di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sungguh berpengaruh, kharismatik, dan berwibawa, sehingga amat disegani oleh masyarakat di lingkunagn pesantren. Disamping itu , kyai pondok pesantren biasanya juga sekaligus selaku aktivis dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh akhirnya, sangat masuk akal kalau dalam pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung peran seorang kyai[25]. Menurut asal – usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa digunakan untuk tiga jenis gelar yang saling berlainan adalah:
- Sebagai gelar kehormatan bagi barang – barang yang dianggap keramat contohnya “kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
- Gelar kehormatan untuk para orang – orang renta pada umumnya .
- Gelar yang diberikan masyarakat terhadap spesialis agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab – kitab Islam klasik terhadap para santrinya. Selain gelar kyai, beliau juga sering disebut seorang alim ( orang yang dalam pengetahuan Islamnya)[26].
DAFTAR PUSTAKA
- Abudin Nata Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Grafindo persada..2001)
- Azrumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru .(Jakarta : Logos.199 ).
- Endang Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan.. (Yogyakarta: LkiS. 2003).
- Haidar Putra Daulay.Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. ( Bandung : Cita Pustaka Media.2001).
- Hasan Asari.Menikap zaman Keemasan Islam. ( Bandung : Cita Pustaka Media, 2007)
- Hasbi Indra. Pesantren Dan Tranformasi Sosial : Studi Atas Pemikiran Kh.Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam. (Jakarta : Penamadani .2005).
- Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.( Jakarta : Rajawali Pres. 1999).
- HM..Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren.(Jakarta: IRD Press. 2004.)
- Kamus Munjid fi al – luhgah wa al – I’lam. ( Beirut : Maktabah Syarqiyyah,.1986).
- Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.1987.)
- M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro.. Manajeman Pondok Pesantren. (Jakarta: Dina Pustaka.2004).
- Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren studi Tentang Pandangan Hidup Kyai..(Jakarta:LP3S.1994)
-------------------------
[1] Abudin Nata Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Grafindo persada..2001).P100-1002
[2] Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren studi Tentang Pandangan Hidup Kyai..(Jakarta:LP3S.1994).P17-18
[3] Endang Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan.. (Yogyakarta: LkiS. 2003.P.35
[4]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro.. Manajeman Pondok Pesantren. (Jakarta: Dina Pustaka.2004). P 32
[5]. Hasbi Indra. Pesantren Dan Tranformasi Sosial : Studi Atas Pemikiran Kh.Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam.( Jakarta : Penamadani .2005) P 191-192
[6]. Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.1987). P. 44
[7]. Dhoifer P 28
[8]. Abudin Nata P.108
[9]. M sulton Masyhad dan Muhammad Khusnudiro. P 93-94
[10]. Hasbi Indra. P.175
[11]. HM..Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren.(Jakarta: IRD Press. 2004). P.78-79
[12]. Abudin Nata P.116.
[13]. Dhoifer P.44-47.
[14]. Kamus Munjid fi al – luhgah wa al – I’lam. ( Beirut : Maktabah Syarqiyyah,.1986).P.32.
[15]. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya.( Jakarta : Rajawali Pres. 1999). P.132
[16]. Haidar Putra Daulay.Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. ( Bandung : Cita Pustaka Media.2001). P.70.
[17]. Hasan Asari.Menikap zaman Keemasan Islam. ( Bandung : Cita Pustaka Media, 2007) P 47.
[18]. Haidar Putra Daulay. P 70 – 71.
[19]. Dhoifer P.51- 52.
[20]. Haidar Putra Daulay. P. 71.
[21]. Azrumardi Azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru .(Jakarta : Logos.199 ). P.111.
[22]. Dhoifer. P. 50.
[23]. Azyumardi Azra. P. 112.
[24]. Endang Turmudi.P.28.
[25]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 28.
[26]. Dhoifer. P.55.
[27]. HM. Amin Haedari,dkk. P. 29
EmoticonEmoticon