Minggu, 29 November 2020

Taktik Dakwah Islamiyah

A.       STRATEGI DAKWAH ISLAMIYAH Islam yaitu agama yang menjinjing rahmat terhadap alam semesta, bukan hanya kepada umat Islam semata. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah dalam Al-Qur’an: dan Tiadalah Kami mengutus kau, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Makara, Islam bukan cuma untuk orang Arab saja sebagaimana agama yang dibawa oleh para Rasul terdahulu yang dikhususkan untuk umat tertentu. Namun Islam diperuntukkan seluruh umat manusia. Setiap umat Islam diwajibkan menyerukan kepada agama agama Allah ini. Makara perintah berdakwah itu tidak hanya ditujukan kepada para kiai, ustadz, dan para alim-ulama. Akan tetapi, perintah berdakwah ditujukan kepada semua umat Islam apapun profesinya, baik itu ustadz, pedagang, petani, dan lain sebagainya. Dalam mengemban dakwah Islamiyah, para dai atau para muballigh tidak menempuh jalan kekerasan. Namun mereka lebih menentukan   jalan tenang. Kaprikornus tidak benar bila berpendapat bahwa Agama Islam disebarluaskan dengan jalan kekerasan sehingga digambarkan bahwa di asisten Nabi memegang pedang sedang tangan kirinya memegang Al-Qur’an. Metode dakwah yang dilakukan dengan cara kekerasan cuma akan menjinjing imbas negatif baik dari dai itu sendiri maupun dari sisi dakwah Islamiyah itu. Karena berdakwah Islamiyah itu adalah peran setiap umat Islam, maka kegiatan Islamisasi itupun dilakukan oleh semua pihak dengan aneka macam aktivitas masing-masing. Para pedagang melakukan aktifitas dakwah dengan acara perdagangannya, para seniman dan budayawan melaksanakan aktifitas dakwah dengan seni dan budayanya, dan para penguasa melakukan aktifitas dakwah dengan kekuasaannya. B.       MELALUI KEGIATAN PEREKONOMIAN Saluran Islamisasi yang pertama di Indonesia ialah jual beli. Hal ini karena Islam di Indonesia, sebagaimana sudah dikemukakan di depan, dibawa oleh para pedagang. Hal itu sesuai dengan kesibukan kemudian lintas perdagangan pada kala VII hingga kurun XVI Masehi lewat jalur perairan selat Malaka. Dakwah Islamisasi melalui jalan perdagangan ini sangat menguntungkan alasannya golongan raja dan   bangsawan   banyak   yang ikut serta dalam aktivitas perdagangan. Dengan   demikian   para penjualmuslim dapat berinteraksi dengan para penguasa di Indonesia. Kesempatan berinteraksi dengan penguasa ini dijadikan fasilitas untuk memperkenalkan aliran agama Islam. Mereka berdagang sambil berdakwah dan sebaliknya, berdakwah sambil berdagang. Hal ini sangat mungkin dijalankan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara penjualdengan agamanya dan kesajiban sebagai seorang muslim untuk memberikan pemikiran agamanya terhadap pihak-pihak lain. Perintah berdakwah ini tersurat di dalam Al-Qur’an: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan pesan yang tersirat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui wacana siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengenali orang-orang yang menerima petunjuk. Sementara itu dalam hadits Nabi disebutkan bahwa ia bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat!” Para pedagang yang berasal dari Gujarat, Persia, dan Arab, Bengala dan lain-lain alasannya adalah faktor trend yang memilih pelayaran, maka mereka harus tinggal di bandar-bandar yang mereka kunjungi. Mereka diberi daerah oleh penguasa setempat sehingga membentuk komunitasnya yang sering disebut dengan perkampungan Pakojan, yakni kampung yang khusus untuk penjualmuslim. Lama-kelamaan bukan hanya ada satu kampung Pakojan namun ada banyak kampung Pakojan, Di antara pedagang tersebut ada yang kaya dan arif bahkan ada yang dipercaya selaku syahbandar pelabuhan dalam sebuah kerajaan. Dari sudut ekonomi mereka memiliki status sosial yang lumayan tinggi. Dengan kedudukannya selaku syahbandar pasti mereka dapat menempati kedudukan golongan elite birokrat dalam sebuah kerajaan. Posisi ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berdakwah di sentra-pusat pemerintahan. C.       MELALUI PERKAWINAN Beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses perkawinan antara pendatang muslim dan wanita lokal, antara lain alasannya Islam tidak membedakan status penduduk . Dan pandangan rakyat pribumi dan lebih-lebih bagi orang yang menganut agama Hindu yang mengenal pembedaan kasta, hal ini lebih mendorong mereka untuk memeluk agama Islam. Bangsa pribumi yang masuk Islam   bukan   saja   rakyat   jelata.   Para darah biru yang merupakan raja-raja kecil yang ada di pesisir memisahkan diri dari kekuasaan pusat untuk memeluk agama Islam. Di antara kerajaan kecil yang memisahkan diri dari kekuasaan pusat untuk masuk Islam adalah Demak. Dengan masuk Islam para raja tersebut memiliki keuntungan melaksanakan acara ekspor dan impor banyak sekali kebutuhan masyarakat muslim. Faktor lain yang menjadikan gampangnya perkawinan antara pedagang muslim dan masyarakatpribumi ialah aspek biologis. Para penjualmuslim menikahi penduduk pribumi alasannya keperluan biologis yang mesti dipenuhi. Dari pernikahan itu lalu menarik para penduduk pribumi untuk memeluk islam. Beberapa teladan perkawinan ini antara lain mirip putri Kerajaan Pasai menikah dengan Raja Malaka sehingga Malaka menjadi Kerajaan Islam. Selain itu Putri Campa menikah dengan raja Majapahit, Maulana Ishak menikahi Putri Sekardadu, anak Raja Blambangan, yang lalu melahirkan Sunan Giri. Raden Rahmat atau Sunan Ampel menikah dengan Nyi Gede Manila, putri Temenggung Wilatikta. Syekh Ngabdurrahman (pendatang Arab) menikah dengan putri Adipati Tuban, Raden Ayu Tejo. D.      MELALUI JALUR POLITIK Di antara para muballigh Islam ada yang mengambil tugas untuk berdakwah di lingkungan istana. Sasaran khususnya ialah para raja, keluarga raja, para pembesar kerajaan dan keluarga istana yang lain. Target yang dituju yaitu “kalau sang raja telah masuk Islam, maka rakyatnya akan dengan setia mengikutnya.” Dakwah Islamiyah di lingkungan kerajaan mirip yang dilaksanakan oleh Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel. Beliau yakni cucu Raja Campa. Dengan bahasa yang sopan dia mengajak Prabu Brawijaya Kerajaan Majapahit untuk masuk agama Islam. Meskipun Prabu Brawijaya menolak, namun ia memberi kebebasan dan kelonggaran kepada Sunan Ampel untuk tetap berdakwah. Berkat ketekunan, kegigihan, dan keuletan beliau dalam berdakwah, akibatnya banyak keluarga istana kerajaan yang secara membisu-diam memeluk agama Islam. Salah satu murid Sunan Ampel atau Raden Rahmatullah adalah Raden Patah yang pada kemudian hari dijadikan raja di Kerajaan Demak Bintoro. Setelah Sunan Ampel wafat, para wali bertakziyah ke Ampel, Surabaya. Dalam potensi itu, mereka bermusyawarah dipimpin oleh Sunan Giri. Dalam permusyawaratan tersebut disepakati pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan di Demak. Maka semenjak ketika itu berdirilah kerajaan Islam pertama di Jawa. Meskipun demikian seni manajemen dan pola dakwah tetap bertumpu pada “da’wah bil hikmah wal mau’izhatil hasanah” (Dakwah dengan bijaksana dan nasehat yang baik). E.        MELALUI PENDEKATAN KULTURAL Para ulama menjinjing agama Islam tidak dengan menawarkan Islam sebagai agama yang sulit. Para ulama menggunakan pendekatan kultural atau pendekatan budaya. Para wali yang memberikan aliran Islam menggunakan budaya-budaya setempat selaku sarana dakwah. Dengan demikian masyarakat mampu menerima Islam. Salah satu budaya yang digunakan oleh Islam yakni tembang. sunan Bonang memakai bonang (alat musik) dan menciptakan tembang darma yang liriknya berisi petuah-petuah agama. Sunan Kudus membuat gending Maskumambang dan Mijil, Sunan Drajat dengan Pangkur-nya dan Sunan Muria dengan Sinom dan Kinanti-nya. Sementara itu Sunan Kalijaga menggunakan media wayang selaku sarana dakwahnya. Cerita wayang tersebut dirubah dan dimasuki nilai- nilai agama islam. Sebagai teladan, senjata yang paling ampuh dalam wayang versi Sunan Kalijaga adalah Jamus Kalimasada yang dimiliki oleh Yudistira atau Puntadewa. Senjata tersebut tidak ada dalam dongeng Mahabarata. Sebab kata ‘kalimasada’ artinya kalimat syahadat. Itulah senjata yang paling ampuh di dunia ini karena bisa memasukkan seseorang ke dalam nirwana. Orang-orang yang menonton wayang tidak ditarik biaya, namun cuma diminta mengucapkan kalimat syahadat. Budaya lain yang dijadikan sarana dakwah ialah seni ukir dan arsitektur. Ragam hias yang berkembang di penduduk dikembangkan dengan menampilkan motif-motif hias yang tidak berlawanan dengan ajaran agama Islam. Bangunan-bangunan masjid disesuaikan dengan corak ragam bangunan yang ada di penduduk sekitar, tidak dirancang seperti masjid-masjid di Arab. Bahkan jikalau kita amati bentuk bangunan Menara kudus itu mirip dengan bentuk bangunan candi. Adat kebiasaan yang berlaku di penduduk pun tidak serta merta dihilangkan begitu saja. Hanya saja, hal-hal yang berlawanan dengan syari’at Islam diganti dengan unsur-unsur Islami. Misalnya, budpekerti kenduri dalam syukuran tidak lagi memakai mantra-mantra dan hidangannya pun tidak lagi diberikan kepada roh-roh halus. Mantra- mantra tersebut diubah dengan doa-doa Islami (yang sebagian   besar dikutip dari Al-Qur’an dan hadits) dan hidangannya tidak lagi diberikan terhadap roh leluhur namun dibagikan terhadap sanak saudara, kerabat bersahabat, dan tetangga sekitar. Dengan demikian Islam bisa diterima masyarakat lokal tanpa menyebabkan tindakan-tindakan kekerasan. Bahkan Islam sudah menjinjing beberapa perubahan di bidang sosial, seni, dan budaya, memperhalus serta berbagi kebudayaan Indonesia. F.        LATIHAN Jawablah pertanyaan di bawah ini! 1.      Bagaimanakah strategi penyebaran Islam ke Indonesia? 2.      Bagaimanakah kondisi perekonomian masyarakat saat Islam datang? 3.      Kebudayaan setempat apa saja yang digunakan selaku mediasi penyebaran agama Islam? 4.      Bagaimanakah pendekatan politik yang dilaksanakan demi penyebaran Islam di Indonesia?
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com


EmoticonEmoticon