A. PENYAMPAIAN AJARAN AHLUSSUNNAH KEPADA GENERASI PENERUS Ajaran Islam yang terkandung dalam Al Qur’an dan Al Hadits disampaikan di Makkah dan Madinah lebih dari lima belas kala yang lalu. Kemudian, disebarluaskan dan diwariskan kepada seluruh umat insan. Al Qur’an dan Al Hadits disampaikan untuk umat manusia sepanjang zaman dengan segala pergantian dan perkembangannya. Pada zaman Nabi masih hidup, para teman menerima anutan Agama Islam dari Nabi. Pada waktu itu wahyu masih turun dan jika ada pertanyaan-pertanyaan tentang agama mereka bisa menanyakan terhadap Rasulullah. Meskipun demikian, ada pula ijtihad teman jika memang permasalahan itu tidak terdapat dalam Al-Qur’an atau hadits Nabi sebagaimana yang dikerjakan oleh Mu’adz bin Jabbal dikala diutus ke Yaman. Setelah Nabi wafat, penyampaian pedoman Islam dilanjutkan oleh para teman. Di antara teman itu ada yang hidup berdampingan dengan Rasulullah dan ada yang rumahnya jauh dari Rasulullah, ada yang selalu bareng dengan Rasulullah dan ada yang jarang berjumpa Rasulullah. Ada yang pandai tetapi ada pula yang umum saja. Para sahabat yang hidup bareng dengan Rasulullah, sering bersama Rasulullah, dan pandai sering menjadi kawasan mengajukan pertanyaan para sahabat yang lain. Setelah para sobat wafat, estafet pengajaran Agama Islam disampaikan oleh para tabi’in. Merekalah yang menggantikan para teman. Mereka yang meriwayatkan hadits-hadits Nabi yang ditemukan dari para sahabat. Dan setelah tabi’in wafat, pengajaran Agama Islam disampaikan oleh tabi’it tabi’in. Pada abad tabi’in ini permasalahan menjadi bertambah kompleks. Banyak hal yang terjadi yang belum terjadi pada kala Nabi dan sobat tetapi terjadi pada era tabi’in. Selain itu, pada masa tabi’in umat Islam sudah terpecah-pecah, ada jumhur, ada Syi’ah, ada Muktazilah, dan sebagainya. Pada masa tabi’in juga telah ada pemalsuan hadits Rasulullah. Akan namun, pada masa tabi’in dan sesudahnya ini juga muncul para ulama mujtahid. Ada Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafii, dan Imam Hanbali. Ada pula penulis dan penyeleksi hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, Imam Ibnu Majah, dan lain-lain. Para ulama mujtahid tersebut mendirikan madzhab dan yang paling masyhur ada empat madzhab. Merekalah yang disebut mujtahid mustaqil. Problem umat semakin kompleks, sementara keempat imam madzhab sudah wafat. Akhirnya ijtihad diteruskan oleh mujtahid muntashib (mujtahid terbatas) dan dilanjutkan oleh ashhabul pemikiran kemudian dilanjutkan oleh para ulama sampai hingga terhadap orang awam. Ajaran dari Nabi Muhammad SAW diteruskan kepada teman kemudian para tabi’in. Pada periode tabi’in dan sesudahnya ini juga timbul para ulama mujtahid mustaqil (yang paling masyhur ada empat madzhab). B. TANTANGAN YANG DIHADAPI DALAM MELESTARIKAN AJARAN AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH Jaminan pengawalan Allah terhadap Agama Islam sampai hari kiamat, bukan bermakna lalu umat Islam tidak wajib berjuang mempertahankannya. Rasulullah SAW saja harus berjuang demi menjaga Agama Islam ini dari serangan orang-orang kafir. Peperangan antara umat Islam dan orang-orang kafir masih terus berlangsung hingga ketika ini. Peperangan tersebut meliputi perang fisik dan perang non fisik. Peperangan fisik dengan mengerahkan tenaga dan senjata mirip terjadi di Palestina. Sedangkan pertempuran non fisik meliputi perang ideologi, politik, dan kebudayaan (Ghoswah Al-Fikr). Ilmu pengetahuan juga merupakan salah satu senjata bagi kaum kafir untuk melenyapkan pemikiran Islam. Berikut ini upaya-upaya kaum kafir dalam melenyapkan pedoman Islam melalui ilmu pengetahuan: 1. Mengaburkan al-hadits, yang diawali dengan membayangkan sesuatu yang layak diragukan, seperti: meragukan kemampuan Abu Hurairah meriwayatkan banyak hadits dan mencurigai kemampuan Az-Zuhri dalam menghimpun hadits yang berantakan. Jika keraguan kepada hadits sudah tertanam, maka ditanamkanlah keraguan kepada al-Qur’an. 2. Menganjurkan penggunaan logika yang sebebas-bebasnya karena Islam pun menghargai nalar dan asumsi. Mereka menumbuhkan pertimbangan bahwa logika manusia cukup untuk mengendalikan segala- galanya. Sasaran akhirnyaadalahagarumat Islam lebih menampilkan akalnya dan mengesampingkan agamanya. Kalau target ini telah tercapai, maka dengan gampang mereka akan memompa otak kaum muslimin dengan teori-teori, paham-paham, dan dogma ciptaan mereka, antara lain: Istilah Arti Intelektualisme paham yang menyatakan bahwa dengan nalar saja manusia akan dapat meraih segala tujuan hidupnya Materialisme paham yang mengajarkan bahwa yang paling menentukan hidup manusia adalah benda Sekulerisme paham yang mengajarkan bahwa manusia harus mampu memisahkan duduk perkara duniawi yang mesti dijadikan permasalahan pokok dan duduk perkara ukhrawi yang diragukan kebenarannya Bahaya-ancaman tersebut ialah bahaya yang tiba dari luar. Adapun ancaman-ancaman yang timbul dari dalam umat Islam sendiri, antara lain: 1 Sikap memihak yang berlebihan terhadap seseorang atau sekelompok orang, baik alasannya adalah motif kekeluargaan atau kekuasaan atau motif lainnya, sehingga condong mencari dalih dan dalil untuk membenarkan sikap sendiri. 2 Sikap “menentang yang usang” secara berlebihan sehingga tergelincir pada perilaku “serba anti usang”, anti madzhab, anti taqlid, anti ziarah kubur, dan sebagainya. 3 Masih adanya siswa-siswa kepercayaan usang, seperti Israiliyat dan Majusi, yang ditambah dan dikobarkan kembali dengan sengaja oleh kaum munafiqin. Oleh sebab itu, untuk melestarikan pemikiran Ahlussunah Waljama’ah, kita harus mengetahui hakekat Ahlussunnah Waljama’ah, bagaimana prinsip-prinsip ajarannya, apa saja landasan hukumnya. Di samping itu, kita hendaknya juga memahami ilmu-ilmu sosial, seperti: ekonomi, politik, dan sosiologi. Untuk melestarikan aliran Ahlussunah Waljama’ah, kita mesti mengenali hakekat Ahlussunnah Waljama’ah, prinsip-prinsip ajarannya, dan apa saja landasan hukumnya. Di samping itu, kita hendaknya juga mengetahui ilmu- ilmu sosial, mirip: ekonomi, politik, dan sosiologi. C. PERANAN ULAMA DALAM MELESTARIKAN AJARAN NABI MUHAMMAD SAW Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan dua sumber pokok aturan Islam yang ditulis dalam Bahasa Arab. Untuk mengetahui kedua sumber tersebut umat Islam hendaknya menguasai bahasa Arab dengan baik. Pada sisi lain, Islam telah tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Saat ini dominan umat Islam tidak menguasai bahasa Arab dengan baik, bahkan yang buta karakter Al-Qur’an pun masih sungguh banyak. Fenomena di atas menawarkan bahwa untuk mengerti aliran agama Islam secara pribadi dari sumber aslinya, ialah Al-Qur’an dan hadits tidaklah mampu dijalankan oleh setiap orang. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak bisa berbahasa Arab akan menafsirkan Al Qur’an dan hadits secara langsung tanpa mengikuti penafsiran para ulama mufassirin terdahulu? Bagaimana mungkin orang akan berijtihad dalam sebuah dilema hukum jikalau dia tidak memiliki alat ijtihad yang komplet? Bagaimanapun juga baik diakui maupun tidak ada hirarki dalam penyampaian anutan Agama Islam dari era Nabi hingga sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Dahulu fatwa Islam dijelaskan oleh Nabi terhadap para sobat, lalu sesudah Nabi wafat, para sahabat yang mengajarkan fatwa agama Islam terhadap para tabi’in, para tabi’it tabi’in pun mengajarkan pedoman Agama Islam kepada generasi-generasi sesudahnya, dan hasilnya agama Islam hingga kepada kita lewat para ulama yang mendidik dan mengajar kita. Berhukum pribadi kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa diiringi kesanggupan berijtihad yang tepat bukan mendekatkan kepada kebenaran namun justru bisa menciptakan orang kesasar. Hal itu disebabkan karena kesanggupan orang pada zaman kini untuk menghafal ratusan ribu hadits dengan mengerti sanad dan para perawinya, mengetahui asbabul wurudnya, nasikh dan mansukhnya, dan segala yang berhubungan yaitu tidak mudah. Apalagi pada zaman sekarang banyak orang yang bahasa Arab saja tidak paham, namun mereka enggan memperhatikan usulan ulama alasannya adalah ingin mengambil hukum eksklusif dari sumbernya, yakni Al-Qur’an dan hadits. Yang menjadi persoalan, mampukah beliau untuk melaksanakan itu? Apakah orang yang berbuat demikian menilai bahwa para ulama mujtahid itu tidak mengggunakan Al-Qur’an dan Hadits selaku dasar ijtihadnya? Alangkah naifnya orang yang mengetahui Al-Qur’an dan Al-Hadits cuma dari buku-buku yang telah diterbitkan namun merasa lebih piawai dibandingkan dengan para ulama mujtahid dan mengecam para muqallid. Pada hakikatnya orang yang bersumber pribadi dari terjemahan Al-Qur’an dan terjemahan hadits yaitu taklid terhadap para penerjemah. Dengan melalui ilmu para ulama yang tidak diragukannya itulah, Islam terus meningkat hingga sekarang dan bahkan sampai akhir zaman. Berhukum langsung terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa diiringi kemampuan berijtihad yang tepat bukan mendekatkan kepada kebenaran namun justru mampu menciptakan orang kehilangan arah. D. STRATEGI NU DALAM MELESTARIKAN AJARAN AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) adalah untuk mempertahankan aliran Ahlussunnah Waljama’ah yang eksistensinya terancam ketika pemerintah Arab Saudi hendak menyatukan dunia Islam dengan paham Wahabinya. NU diresmikan sebagai wadah para ulama untuk menyuarakan aspirasi umat Islam dunia agar paham Ahlussunnah Waljama’ah tidak terusik keberadaannya. Pemerintah Arab Saudi pun menyepakati hal itu. Meskipun tujuan permulaan untuk berdirinya NU sudah sukses, tetapi bukan mempunyai arti lalu NU dibubarkan. NU tetap eksis dan tetap berupaya melestarikan dan mengembangkan aliran Ahlussunnah Waljama’ah. Selain itu, sebagai organisasi NU membentuk beberapa badan atau badan khusus. Diantaranya yakni: 1. Bidang Dakwah, alasannya adalah pada hakikatnya NU yaitu gerakan dakwah. 2. Bidang Ma’akil, pendidikan, karena sekolah/madrasah ialah salah satu pengejawantahan amal Nahdlatul Ulama bagi masyarakat dan sekaligus merupakan saluran pengembangan aliran Islam ‘ala madzhabi Ahlissunnah Waljama’ah. 3. Bidang Mabarat, sosial, dengan acara kerja menyebarkan gairah dan kepekaan sosial sebagaimana diajarkan oleh Islam dan sekaligus mengusahakan kesejahteraan masyarakat lahir batin duniawi dan ukhrawi. 4. Bidang Muamalah (ekonomi) dengan program pokok mem- latih umat untuk bermuamalah sesuai dengan hukum dan pedoman agama Islam dan sekaligus berupaya meningkatkan kesempatanekonomi umat sebagai salah satu sarana untuk meraih ‘Izzul Islam wal Muslimin. Selain itu, NU juga mendirikan banyak pesantren di seluruh Indonesia. Di pesantren itulah para santri NU digembleng dalam ilmu agama Islam, khususnya yang berpahamkan Ahlussunnah Waljama’ah. Biaya pesantren dibuat semurah mungkin semoga rakyat kecil dan orang miskin mampu belajar di pesantren. Di sana para santri bukan hanya dididik dengan pendidikan Islam, namun karakternya pun dibuat dengan aksara Islami. Para santri bukan hanya diberi ilmu wawasan tetapi juga dibangun kepribadiannya. Jadi, pesantren bukan cuma wahana untuk transfer of knowledge (mentransfer wawasan) tetapi juga transfer of value (mentransfer nilai = tujuannya nilai-nilai Islami) dan character building (pembangun karakter). NU diresmikan selaku wadah para ulama untuk menyuarakan aspirasi umat Islam dunia semoga paham Ahlussunnah Waljama’ah tidak terusik keberadaannya. E. LATIHAN SOAL Jawablah soal-soal di bawah ini dengan balasan yang bagus dan benar! 1. Bagaimanakah urutan generasi yang mendapatkan pemikiran Ahlussunnah Waljama’ah? 2. Sebutkan beberapa tantangan dari dalam dan dari luar dalam membuatkan iktikad Islamiyah! 3. Jelaskan peranan ulama dalam menjaga iktikad Islamiyah! 4. Jelaskan strategi NU dalam melestarikan fatwa Ahlussunnah Waljama’ah! Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com
pop
Sabtu, 28 November 2020
Penyampaian Aliran Ahlussunnah Terhadap Generasi Penerus
Diterbitkan November 28, 2020
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon