Sabtu, 28 November 2020

Makalah Hipothesis

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Hipothesis
Oleh: Tarmidzi

Penelitian hipothesis mampu dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu persoalan. Tujuannya untuk menemukan tanggapan kepada persoalan yang memiliki arti lewat prosedur-mekanisme yang ilmiah. Untuk mampu melakukan observasi yang baik, penelitian perlu memiliki pengetahuan wacana berbagai macam bagian observasi. Diantara bagian-unsur yang menjadi dasar penelitian ialah hipothesis.

Tanpa hipothesis, maka proses observasi bisa tidak terarah. Dengan kata lain hipothesis ialah pedoman yang akan menawarkan arah bagi peneliti. Disamping itu hipothesis juga menawarkan kerangka untuk menafsirkan hasil-hasil penelitan dan untuk menyatakan kesimpulan-kesimpulannya. Dengan demikian, hipothesis sungguh besar kegunaanya dalam penelitian ilmiah. Hipothesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamat dan seharusnya pengamat dengan teori.

Makalah singkat ini ditulis untuk mengenali apa bergotong-royong hipothesis itu, pentingnya hipothesis, jenis-jenis hipothesis dan pengujian hipothesis. Kami percaya makalah ini sangat jauh dari tepat, karena itu kritik dan nasehat sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini di era yang mau tiba.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Hipothesis

A. Pengertian hipothesis
Hipothesis dalam observasi penting artinya, alasannya adalah dengan adanya hipothesis, ini dapat dijadikan selaku landasan penelitian lapangan. Dalam obrolan sehari-hari, hipothesis sering disebut selaku “praduga sementara” atau persepsi yang belum sempurna. Pengertian tidak sempurna disini memberikan pada belum terbuktinya hipothesis tersebut secara empiris atau substansi kebenarannya, yang dikandungnya belum terbukti secara faktual. Dari kenyataan dapat difahami, hipothesis adalah suatu usulan yang mungkin benar dan mungkin salah, alasannya itu perlu diuji secara empiris, semoga diketahui benar atau salahnya.

Manusia memperhatikan dunia sekitarnya dan melihat terjadinya peristiwa-peritiwa mirip matahari terbit dan terbenamnya, manusia lahir, hidup dan meninggalnya, benda jatuh, hujan turun, orang tua mengasuh anakanya, ada orang kaya dan miskin, penyakit menyerang insan, dan sebagainya. Ia dapat menjadikan insiden atau tanda-tanda itu selaku masalah, dan beliau mengajukan pertanyaan “apa karena matahari terbit? Apa alasannya insan sakit? Apa alasannya adalah ada yang kaya dan yang miskin? Dan sebagainya”. Ia menjajal membentuk teori yang mampu menerangkan insiden dan gejala-tanda-tanda itu. Bagaimanakah diketahuinya kebenaran teori itu? Dari teori itu mampu diturunkannya sejumlah hipothesis. Dengan pertanda kebenaran atau ketidak benarannya. Hipothesis itu secara empiris, dapat pula diterima atau ditolaknya.
Roger D. Wimmer, dan mitra-kawannya menyampaikan:
“mass media research are use a variety of approaches to answer question. Some research is informal and seeks solve relatively simple problems: some is based on theory and requires formally worded question. All researches, how ever, must start with some tentative generalization regarding a relationship between two or more variables. Theese generalization may take two forms: research question and statical hyipotheses. The two are indentical except for the aspect of prediction-hypotheses (hipothesis) predict an experimental outcome, research question not.[1]
Kita lihat adanya orang miskin, apa sebabnya? Pada diri kita muncul sebuah prasangka, misalnya bahwa kemiskinan disebabkan oleh “kurangnya motivasi untuk mengumpulkan harta” pernyataan kita itu bersifat tentativ atau sementara alasannya adalah belum dibuktikan kebenarannya. Pernyataan itu disebut hipothesis. Tiap pernyataan ihwal sebuah hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara empiris disebut hipothesis. Suatu hipothesis jika terbukti benar, menjadi fakta.[2] Banyaknya hipothesis yang mampu kita rumuskan ihwal segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, misalnya:
  • Memanjakan anak, menghemat kesanggupan untuk bangun sendiri.
  • Kenakalan anak lebih banyak didapat di golongan orang miskin dibandingkan dengan orang kaya.
  • Pendidikan memajukan kemakmuran negara.
  • Urbanisasi meminimalkan ketaatan orang kepada etika istiadat.
  • Kenaikan gaji tidak mempengaruhi kegairahan kerja.
  • Sekolah khusus untuk anak berbakat memupuk golongan elit yang tidak sosial, dan sebagainya.
Hipothesis yaitu pernyataan tentativ yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita perhatikan dalam perjuangan untuk memahaminya. hipothesis mampu diturunkan dari teori, akan namun adakalanya sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori dan hipothesis. Ada yang menganggap bahwa dalam kenyataan teori ialah “unelaborate hypothesis”. Dalam taraf permulaanya teori-teori ini sering ialah hipothesis yang perlu dibuktikan kebenarannya.[3]

Namun ada baiknya untuk membedakan teori dan hipothesis. Teori bermaksud untuk mengontrol fakta dan memberikannya makna. Teori ialah alat yang tersusun rapi untuk menerangkan dan meramalkan kejadian-peristiwa. Para sarjana mengembangkan sebuah teori untuk menjelaskan insiden dan tanda-tanda. Trealease memperlihatkan defenisi hipothesis sebagai “sebuah informasi sementara dari sebuah fakta yang mampu diperhatikan”. Sedangkan Goog dan Scates menyatakan bahwa “hipothesis adalah sebuah taksiran atau acuan yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang mampu menunjukan fakta-fakta yang dapat diamati ataupun kondisi yang diperhatikan dan dipakai beberbagai petunjuk untuk penelitian selanjutnya”.[4] Hipothesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variable.[5]

B. Jenis-Jenis hipothesis
Menurut Prof. S. Nasution hipothesis mampu dibedakan menurut tingkat abstraksinya, dan berdasarkan bentuknya, sebagai berikut:[6]

1. Hipotesis yang menyatakan adanya kesamaan-kesamaan dalam dunia empiris
Banyak diantara pertanyaan yang bersifat umum itu telah dimengerti dan diakui kebenarannya oleh “orang banyak”. Misalnya “orang Minangkabau banyak merantau, sedangkan orang Jawa sangat terikat terhadap kampung halamannya”, atau “kewiraswastaan lebih berkembang pada orang Sumatera dari pada di golongan orang Jawa”, atau “alasannya adalah jiwa kegotong royongan masih berpengaruh di desa, maka koperasi lebih berkembang di desa daripada di kota”, dan sebagainya.

Namun apa yang diketahui oleh orang banyak belum pasti benar. Harus dibandingkan proporsi orang Minangkabau yang merantau dengan suku-suku lainnya, supaya dapat kita cap orang Minangkabau sebagai perantau. Pengetahuan orang banyak ternayta tidak selalu benar “orang banyak”. Dahulu menyatakan bahwa matahari mengitari bumi, yang ternyata tidak benar berdasarkan penelitian.

Ada diantara promotor thesis yang merasa keberatan kepada hipothesis yang meneliti kebenaran hal-hal yang sudah dikenali siapa saja. Penelitian serupa ini cuma mengumpulkan fakta-fakta dan tidak mentest hipothesis. Namun mengumpulkan fakta-fakta dengan memakai rancangan-rancangan yang dirumuskan dengan cermat, juga merupakan tugas penting dari suatau cabang ilmu pengetahuan, terutama yang masih berada pada taraf permulaan kemajuan seperti halnya ilmu-ilmu sosial.

2. Hipothesis yang berkenaan dengan versi ideal
Dunia realita ini sungguh komplek dan untuk mempelajarinya methode atau tipe wangsit-ide ialah alat yang sangat membantu contohnya tipe intropert dan exstropert sungguh membantu mengetahui manusia dalam hubungannya dengan dunia luar. Demikian pula perilaku diktatorial, demokratis, dan lisence-faire sangat berkhasiat untuk menggambarkan mislanya relasi pendidikan dengan anaknya.

3. hipothesis yang mencari kekerabatan antara sejumlah variable
Hipothesis ini lebih abstrak ketimbang dua jenis sebelumnya. Dissini mesti dianalisis variable-variable yang dianggap turut mensugesti tanda-tanda tertentu dan kemudian diselidiki sampai manakah pergantian dalam variable yang satu membawa pergantian pada variable yang lainnya. Menurut bentuknya mampu kita bendakan hipothesis yang selanjutnya:

a. Hipothesis kerja
Biasanya seorang peneliti menentukan hipothesis yang dianggapnya benar, sedangkan kebenaran hipothesis itu masih mesti dibuktikan. Sementara itu beliau harus bekerja dengan hipothesis itu, dan alasannya adalah itu disebut hipothesis kerja atau hipothesis observasi. Ada kemungkinan hipothesis kerja itu mengalami perubahan sepanjang jalannya penelitian itu.

b. Hipothesis nol
Seorang ilmuan menyangsikan kebenaran setiap pertanyaan sebelum terbukti benar secara empiris. Salah satu cara untuk mencurigai yaitu menganggap bahwa hipothesis itu tidak benar sama sekali, jadi berisi kosong. Oleh alasannya adalah itu disebut hipothesis nol. Kaprikornus jikalau hipothesis itu berbunyi, “orang Minangkabau perantau” maka dengan hipothesis nol dikatakan bahwa “orang Minangkabau bukan perantau”. Bila tidak terbutkti bahwa “orang Minangkabau bukan perantau” maka hipothesis “orang Minagkabau perantau” itu benar.

Hipothesis nol digunakan antara lain alasannya adalah seorang ilmuan harus objektif. Walaupun ia menduga kebenaran hipothesis dia tidak berupaya membuktikannya, agar jangan dituduh memiliki bias dalam usaha membenarkannya. Untuk menjauhkan bias dia justru memperhankan kebalikannya.

Ada pula argumentasi, bahwa tampaknya lebih gampang menunjukan bahwa sesuatu tidak benar dari pada membuktikan kebenarannya. Suatu hal hanya mungkin “benar” atau “tidak benar”. Bila tidak mampu dibuktikan bahwa hal itu “tidak benar” maka dengan sendirinya hal itu “benar”. Hipothesis nol itu lazim digunakan oleh para peneliti ilmu-ilmu sosial.

c. Hipothesis statistik
Hipothesis ini menyatakan hasil observasi tentang populasi “insan atau benda” dalam bentuk kuantitativ. Misalkan kita duga bahwa pendapatan buruh laki-laki “golongan A” disebuah perusahaan lebih banyak dari pada buruh wanita “kelompok B”. pemasukan rata-rata buruh pria, dinyatakan sebagai Xp dan pertimbangan rata-rata buruh wanita dinyatakan Xw. Maka perbedaan antara pendapatan rata-rata dinyatakan sebagai simbolis selaku Xp-Xw. Kita mampu mengajukan hipothesis “H” bahwa pemasukan rata-rata antara buruh pria dan wanita berlawanan sebagai “H:Xp≠Xw”. Bila tidak memakai hipothesis nol (Ho) maka dinyatakan selaku berikut: Ho:Xp-Xw.

Bila kita mengajukan hipothesis (H) bahwa pendapat buruh pria lebih banyak daripada pendapatan buruh wanita kita sapat melambangkan sebagai berikut: HXp>Xw, dan hipothesis nolnya selaku Ho:Xp≤Xw. Lambang ≤ berati “sama dengan atau kurang dari”. Hipotesis statistic juga dipakai untuk menyatakan adanya relasi antara variable atau lebih dari dua variable. Misalnya mampu diselidiki tingkat kekerabatan antara jumlah kendaaran dan jumlah kendaraan kemudian lintas. Bila ternyata bahwa jumlah kecelakaan meningkat dengan bertambahnya jumlah kenderaan, maka dikatakan bahwa kekerabatan (r) atau keterkaitannya konkret. Jumlah kenderaan mampu pula dicari keterkaitannya dengan misalnya ketentraman hidup. Bila ternayta kenyamanan hidup berkurang dengan meningkatnya jumlah kenderaan, maka dibilang bahwa korelasinya negatif. Tingkat kekerabatan dinyatakan dengan suatu angka atau koefisien. Koefisien hubungan berkisar antara –1. 00 hingga –1.00. relasi antara dua variabel dilambangkan sebagai H0:rxy =0 artinya hipothesis menyatakan tidak ada korelasi antara variable x dan y. setiap korelasi yang berlawanan dengan nol jadi H: rxy ≠0 menawarkan adanya kekerabatan yang dapat dijumlah besarnya yang dapat bersifat negatif atau positif.

Suatu hipothesis dapat terdiri atas lebih dari dua variabel yang mampu dicari ragam relasi atau kovariasinya. Hipothesis dengan satu atau dua variabel disebut hipothesis yang sederhana, sedangkan yang mempunyai lebih dari dua variabel disebut hipothesis yang komplek. Menurut Muhammad Nazar, hipothesis yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Hipothesis mesti menyatakan kekerabatan.
b. Hipothesis harus sesuai dengan fakta.

C. hipothesis Pengujian
Hipothesis yang baik harus menyanggupi dua kriteria. Pertama, hipothesis mesti menggambarkan relasi antar variable-variabel.[7] Suatu hipothesis yang diuji bermakna kesimpulan dan asumsi mampu ditarik dari hipothesis tersebut, sehingga dapat dijalankan observasi empiris yang hendak mendukung atau tidak mendukung hipothesis tersebut. Agar dapat diuji, hipothesis mesti menghubung variabel-variabel yang mampu diukur. Apabila tidak terdapat alat atau cara untuk mengukur variabel-variabel, tidak mungkin dapat menghimpun data yang diterima untuk menguji validitas hipothesis tersebut.

Menguji hipothesis membutuhkan pengujian dalam banyak sekali tata cara penelitan, utamanya dalam tekhnik pengumpulan dan pengelolaan data. Tekhnik mana yang serasi untuk digunakan, tergantung terhadap sifat persoalan yang dipecahkan. Untuk menguji sebuah hipothesis, penelitian:
  • Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsikeunsi yang hendak dapat diamati apabila hipothesis tersebut benar.
  • Memilih methode-methode observasi yang hendak memungkinkan observasi, eksperimentasi, atau mekanisme lainnya yang dibutuhkan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak dan.
  • Menerapkan methode ini serta menghimpun data yang dapat menganalisis untuk menunjukkan data hipothesis teresbut disokong oleh data atau tidak.[8]
Sebuah teladan mungkin mampu membantu menggambarkan dengan lebih baik proses pengujian secara empiris. Andaikata, seorang peneliti terpikatmenguji hipothesis yang mengatakan bahwa ujian atau dorongan menimbulkan kian tingginya motivasi murid. Jika hipothesis ini benar, logislah jikalau kita menduga komentar guru yang bersifat mendorong (kebanggaan) yang ditulis pada kertas balasan murid, akan disertai oleh kenaikan prestasi murid. Secara tersirat hal ini memperlihatkan adanya asumsi bahwa peningkatan motivasi itu tampak pada hasil test yang lebih baik.

langkah awal: implikasi ini mampu dinyatakan sebagai berikut: “komentar guru yang ditulis pada kertas tanggapan murid menyebabkan peningkatan hasil test murid. Hubungan antara kedua variabel, komentar guru dan prestasi murid, inilah yang mesti diuji. Hipothesis seperti ini mampu diuji dengan eksprimen. langkah ke-dua: penelitian mampu secara acak menentukan jumlah kelas untuk digunakan dalam penyelidikan itu. Di dalam setiap kelas, secara acak siswa dibagi menjadi dua kalangan. Bagi mereka yang masuk ke dalam kalangan A, guru menuliskan komentar yang bersifat mendorong perihal hasil test mereka. (komentar ini hanya berupa kata dorongan terhadap siswa mirip “bagus sekali” “pertahankan nilai baik ini” atau “kamu semakin baik”). Komentar-komentar ini hendaknya tidak ada relevansinya dengan isi satu koreksi kesalahan-kesalahan siswa tertentu. Kalau tidak, maka peningkatan prestasi itu mampu dihubungkan pada nilai pendidikan nilai komentar semacam itu dan bukan pada motivasi yang meningkat). Siswa-siswa yang dimasukkan ke dalam kelompok B tidak menerima komentar sama sekali pada kertas tanggapan test mereka.

Guru memperlihatkan sebuah test objektiv yang meliputi beberapa unit materi. Test tersebut diberi skor dan perlakuan eksperimental dilaksanakan seperti yang dijelaskan diatas. Kemudian guru tersebut memperlihatkan test ke-dua yang meliputi unit-unit yang derajat kesulitannya sama dengan unit sebelumnya, serta yang diajarkan sehabis test pertama dan perlakuan eksperimental diberikan. Perubahan skor dari test pertama ke test ke dua bagi setiap siswa serta nilai rata-rata bagi kelompok diperhatikan. Setelah itu lewat analisis data.

bila lalu dimengerti bahwa selaku sebuah kalangan, siswa-siswi yang mendapatkan komentar (golongan A) secara signifikan mencapai nilai komplemen lebih tinggi dari pada golongan yang tidak menerima komentar (elompok B), maka hasil tersebut mendukung hipotesis bahwa komentar guru pada kertas balasan siswa mengakibatkan kenaikan prestasi siswa di dalam tes.

Suatu hipotesis mampu terdiri atas lebih dari dua variabel yang dapat dicari ragam kekerabatan atau kovariasinya. Hipotesis dengan satu atau dengan dua variabel disebut hipotesis yang sederhana, sedangkan yang memiliki lebih dari dari dua variabel disebut hipotesis yang kompleks. Menurut Muhammad Nazar, hipotesis yang bagus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • Hipotesis mesti menyatakan relasi.
  • Hopotesis harus sesuai dengan fakta.
  • Hipotesis mesti bewrhubungan dengan ilmu, serta sesuai dan berkembang dengan ilmu pengetahuan.
  • Hipiotesis harus dapat diuji
  • Hipotesis mesti sederhana.
  • Hipotesis harus bisa menunjukan fakta.
Untuk merumuskan hipotesis yang baik, ada beberapa hipotesis yang bagus, yang dikemukakan Sanafiah antara lain :
  • Bisa diterima nalar sehat.
  • Mempunyai daya penjelasan atau eksplanasi yang rasional.
  • menyatakan kekerabatan anatar variabel.
  • harus dapat diuji benar salahnya.
  • konsisten dengan teori yang telah ada.
  • kalimatnya sederhana dan ringkas
  • kalimatnya berbentuk pernyataan.
Dalam setiap hipotesis yang cantik senantiasa mempunyai korelasi yang komplek dengan wilayah wawasan yang terbangun secara rasional dalam sebuah observasi dan yang hendak diuji. Dengan adanya standarisasi hipotesis di atas, dapat dijadikan sebuah teladan merumuskan hipotesis yang baik, benar tidaknya hipotesis akan diketahui setelah penelitii mendapatkan hasil penelitian. Sedangkan perumusan hipothesis dapat diperoleh dari tiga sumber. Penggunaan ketiga sumber ini akan berkaitan dengan jenis atau sifat observasi.

D. Pengujian Hipotesis Untuk Penelitian Kuantitatif
Suatu hipotesis harus diuji berdasarkan data empiris, ialah berdasarkan apa yang mampu diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti mesti mencari situasi atau lapangan empiris yang memberi data yang dibutuhkan. Tidak selalu mudah memperoleh sampel yang dapat dan rela memberi data. Untuk meneliti kemakmuran buruh sebuah perusahaan, mesti diperoleh izin lebih dahulu dari pemilik atau pemimpinnya. Selain itu tidak selalu ada kesedian orang untuk menunjukkan berita yang benar dan jujur. Ada lagi kesusahan-kesulitan lain yang harus terselesaikan untuk memperoleh lapangan empiris guna mentes hipotesis kita.

Secara biasa hipotesis mampu diuji dengan dua cara, yaitu dengan cara mencocokkan dengan fakta atau dengan mempelajari konsistensi logika. Dalam menguji hipotesis dengan memncocokkan dengan fakta maka diperlikan percobaan-percobaan untuk mendapatkan data, yang kemudian dinilai apakah cocok dengan fakta atau tidak. Cara ini dipakai dengan menggunakan desain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih sebuah rancangan dimana nalar mampu dipakai, untuk mendapatkan atau menolak hipotesis. Cara ini digunakan dalam menguji hipotesis pada penelitian yang memakai tata cara non-experimental mirip metode deskriptif, metode sejarah dan sebaginya.[9]

Seperti dibilang sebelumnya sebuah hipotesis harus dapat di tes secara empiris. Kalau dikatakan bahwa cacat jiwa disebabkan oleh “setan, jin atau roh jahat” maka tidak dapat kita dapatkan data empiris tentang “setan, jin atau roh jahat” dengan alat-alat yang ada pada kita sekarang. Andaikata kita telah menghimpun data, bagaimanakah kita simpulkan apakah hipotesis yang kita kemukakan itu benar atau salah? Ada bahayanya seorang pemilih cenderung membenarkan hipotesisnya, alasannya adalah ia dipengaruhi oleh bias atau praduga. Dengan menggunakan data kualitatif yang diolah berdasarkan ketentuan-ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin. Tentu saja seorang penyelidik mesti jujur, jangan memanipulasi data, dan haru menjungjung tinggi penelitian selaku usaha untuk mencari kebenaran sampel. Misalnya kita ingin mengetahui tinggi rata-rata badan mahasiswa Sumatera Utara. Sebenarnya kita harus mengukur tinggi semua mahasiswa, jadi seluruh populasi. Akan namun oleh sebab perjuangan itu terlampau banyak menyantap waktu, ongkos dan tenaga, selain dari itu tidak perlu melakukan demikian, kita hanya mengambil sebhagiannya saja sebagai sampel, misalnya 100 orang, yang kita anggap mewakili seluruh populasi. Bila kita ambil 100 orang lainnya, besar keinginan bahwa tinggi rata-ratanya hampir sama dengan sampel yang sama.

Untuk mengetahui sampai manakah sebuah hipotesis mampu diterima atau harus ditolak maka secara statistik mampu dijumlah tingkat segnifikansinya. Biasanya tingkat singnifikansi diputuskan sebanyak 0, 10, 0.05 dan 0.1. jikalau peneliti lebih dahulu memilih tingkat signifikansi atau tingkat dogma 0.05 untuk menolak sebuah hipotesis, maka ada kemungkinan 5 % bahwa ia menciptakan kesalahan dalam keputusan menolaknya. Bila dia memilih tingkat signifikansi 0.10, maka kemungkinan mengambil keputusan yang salah yaitu 10 % dan seterusnya.

Contohnya: misalkan kita ajukan hipothesis bahwa antara variabel X dan Y terdapat korelasi (r) positif, jadi rXY > 0 atau dilambangkan sebagai H: rXY > 0. Maka hipothesis nol dilambangkan sebagai Ho: rXY ≤ 0, artinya hubungan antara X dan Y sama dengan 0 atau kurang dari 0. Bila tingkat signifikansi yang diharapkan 0,01, maka ditulis  = 0,01 (atau 01).

Jadi tingkat signifikansi atau tingkat kepercayaan gunanya untuk memberi pegangan kepada kita mengambil mengambil keputusan dan menafsirkannya secara obyektif. Kita tidak dapat lagi memanipulasi data itu. Bagaimana kita merumuskan hipothesis nol yang kita uji menurut data, bergantung sepenuhnya pada cara kita merumuskan hipothesis kerja kita. Untuk menguji hipothesis cara menentukan sampel sungguh penting semoga sampel itu betul-beul mewakili keseluruhan populasi. Apabila peneliti telah mengumpulkan dan mengolah data, bahan pengujian hipothesis pasti akan sampai terhadap sebuah kesimpulan mendapatkan atau menolak hipothesis tersebut. Di dalam menerima atau menolak hipothesis maka hipothesisi alternatif (Ha) diubah menjadi hipothesis nol.

Untuk kebutuhan ini dicontohkan penerapannya pada sebuah populasi berdistribusi wajar yang digambarkan dengan grafik berikut:[10] Dengan asumsi bahwa populasi tergambar dalam kurva normal, maka jikalau kita menentukan taraf keyakinan 95 % dengan pengetesan 2 ekor, maka terdapat dua daerah kritik yaitu di ekor kanan dan kiri kurva, masing-masing 2½ %. Penjelasan mengenai maslah ini lebih lanjut akan diberikan pada langkah menawan kesimpulan.

Lihatlah footnotenya di sini

DAFTAR PUSTAKA
  • Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Cet. IX. Yogyakarta : Rineka Cipta, 1993.
  • --------------------------, Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
  • Faisal, Sanafiah, format-format Penelitian Sosial, Cet. III. Jakarta : Grafindo Persada, 1995.
  • Furchan, Arif, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.
  • Good dan Scates, Methods of Reaserch Educational, Psychological, Sosiological. London Appleton – Century – Crofts, 1954.
  • Hadi, Sutrisno, Metodologi Reasearch, Yogyakarta : Andi Offset, 1989.
  • Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Alumni, 1982.
  • Nasution, S, Metode Reasearch, Cet. II. Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
  • Nazir, Muhammad, Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia, 1988.
  • Roger, Wimmer, Mass Media Reasearch : An Introduction. California : Wads Worth Publishing Company, 1999.
  • Singarimbun, Masri, et. All, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1982

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon